Sumber: CNBC | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah mencapai level tertinggi sejak Agustus 2015, harga minyak tergelincir. Kamis (23/11) pukul 7.10 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari 2018 di New York Mercantile Exchange turun tipis 0,10% ke level US$ 57,96 per barel.
Kemarin, harga minyak melonjak 2,09% ke US$ 58,02 per barel. Ini adalah level tertinggi sejak Agustus 2015.
Sejalan, harga minyak brent untuk pengiriman Januari 2018 pun melonjak 1,20% ke US$ 63,32 per barel pada hari Rabu (21/11). Meski menguat, harga minyak acuan yang diperdagangkan di ICE Futures ini belum melewati titik tertinggi US$ 64,27 per barel pada 6 November 2017 lalu.
Kenaikan harga minyak kemarin dipicu oleh gangguan jaringan pipa Keystone. TransCanada Corp mengumumkan bahwa pasokan minyak ke Amerika Serikat (AS) lewat jaringan pipa Keystone akan turun 85% hingga akhir November.
Keystone menyalurkan 590.000 barel minyak per hari dari Alberta, Kanada ke AS. Pemangkasan ini terjadi setelah adanya kebocoran minyak di South Dakota.
Di sisi lain, stok minyak komersial AS turun 1,9 juta barel pada sepekan yang berakhir 17 November. Angka keluaran Energy Information Administration ini lebih besar ketimbang prediksi pasar pada 1,5 juta barel.
Selain faktor pendorong tersebut, harga minyak masih menunggu hasil pertemuan OPEC pekan depan. ING mengatakan, ada konsensus yang berkembang bahwa pada pertemuan bulan ini, OPEC akan memperpanjang waktu pemangkasan produksi.
Spekulasi inilah yang menahan harga minyak brent terus bergerak di atas level US$ 60 per barel. "Tapi, jika pertemuan OPEC tidak sesuai dengan ekspektasi, aksi jual akan melanda minyak dan penurunannya bisa tajam," kata ING kepada CNBC.
JPMorgan dalam outlook komoditas 2018 memperkirakan, pasar minyak tahun depan akan seimbang oleh pemangkasan produksi. "Kami memperkirakan, harga minyak brent akan diperdagangkan di kisaran atas antara US$ 40-US$ 60 per barel dengan harga rata-rata US$ 58 per barel serta rata-rata minyak WTI pada US$ 54,6 per barel," ungkap JPMorgan dalam outlook Selasa (21/11) lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News