Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Periode pertama program tax amnesty dengan bunga yang paling rendah sudah menuju ujungnya. Namun, beberapa insentif yang ditawarkan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) guna menarik minat perusahaan initial public offering (IPO), sekaligus untuk mengimbangi dana yang masuk ke pasar modal selama implementasi tax amnesty masih sepi peminat.
Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Hamdi Hassyarbaini mengatakan, hingga saat ini dirinya belum mendapatkan data terkait berapa yang sudah crossing. Ia menyimpulkan, saat ini yang memanfaatkan insentif dari BEI masih sedikit.
“Kami belum dapat datanya. Orang Indonesia cenderung baru memanfaatkan ketika last minute. Belum banyak yang memanfaatkan," kata Hamdi di Gedung BEI, Jumat (16/9) lalu.
Perlu diketahui, BEI sebelumnya merasa target menjaring 35 emiten baru pada tahun ini sulit dicapai. Meski belum final, BEI memperkirakan jumlah emiten baru yang akan IPO pada tahun ini sekitar 25 emiten.
Padahal, insentif yang telah diberikan di antaranya diskon biaya transaksi untuk balik nama atau crossing saham hingga 45%, penghapusan kewajiban tender offer khusus peserta amnesti pajak yang memiliki saham di atas 51%, dan diskon 50% untuk pembebasan biaya pencatatan saham perdana (listing fee) yang berlaku sampai Maret 2017 atau sepanjang program tax amnesty.
Namun demikian Hamdi beranggapan bahwa masih sedikitnya realisasi IPO bukan karena insentif yang ada di pasar modal saat ini tidak efektif. Hal ini menurutnya adalah karena pertimbangan untuk IPO tidaklah sekadar masalah biaya. "Kalau perusahaan besar fee bukan masalah besar, banyak pertimbangan lain," katanya.
Catatan saja, hingga saat ini, realisasi IPO emiten baru sebanyak 10 perusahaan dengan nilai emisi Rp 4,33 triliun.
Menurut Kepala Riset MNC Securities Edwin Sebayang, calon IPO cenderung masih bimbang. Hal ini terkait dengan turunnya suku bunga.
“Beberapa emiten cenderung mencoba mencari pendanaan yang lain dulu seperti mengeluarkan fix income produk (Bond, MTN) untuk memperkuat modal mereka,” ujarnya.
Adapun menurutnya, calon emiten cenderung belum yakin dari sisi ekonomi riil bahwa ekonomi Indonesia ini bertumbuh atau tidak.
“Bila dilihat dari sisi pasar modal memang naik 18 %. Boleh dikatakan ytd sekitar 17 %, tetapi di sektor riilnya sendiri belum begitu bullish seperti yang terjadi di market. Perekonomian Indonesia juga pertumbuhannya sekitar 5.09 % bila optimistis di 2016. Hal itulah yang membuat calon emiten meragu,” ujarnya.
Menurut Edwin, secara keseluruhan, pihak calon emiten memang belum siap. Walaupun terlihat secara angka IHSG naik, itu bukan suatu jaminan calon emiten akan IPO.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News