Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Salah satu proyek yang akan beroperasi dalam waktu dekat adalah tambang emas Poboya yang memiliki cadangan bijih sebesar 3,9 juta ton dengan usia tambang 8 tahun. "BRMS sekarang lebih menguntungkan dengan prospek yang cerah," lanjut Dileep. BUMI memiliki 36% saham BRMS.
Sejalan dengan itu, BUMI saat ini sedang melakukan studi kelayakan mengenai proyek gasifikasi batubara. Dileep mengatakan, hal ini sejalan dengan prioritas nasional untuk menggunakan lebih banyak batubara guna menggantikan impor minyak yang cukup mahal.
Terkait harga komoditas batubara, Dileep mengatakan saat ini harga batubara masih rentan terdampak konflik perdagangan AS dengan China yang masih berkelanjutan.
Baca Juga: Kinerja Bumi Resources Tertekan, Ini Rekomendasi Analis untuk Saham BUMI
Dia berharap pasar-pasar utama batubara seperti Vietnam, China, Filipina, India, hingga Indonesia masih terus bertumbuh. Sementara itu, musim dingin yang terjadi di beberapa negara subtropis diharapkan dapat mengangkat harga komoditas energi ini.
"Jadi perkiraan kami batubara ada di kisaranĀ US$ 75-US$ 85 per ton pada akhir 2020 adalah masuk akal. Jika musim dingin terjadi dengan parah, level ini bisa dicapai lebih awal," ungkapnya.
Baca Juga: Volume Penjualan Naik, Pendapatan dan Laba Bersih Bumi Resources (BUMI) Anjlok
Sementara itu, Dileep memperkirakan BUMI telah menghabiskan belanja modal atawa capital expenditure (capex) sebesar US$ 35 juta-US$ 40 juta yang kebanyakan digunakan untuk kegiatan eksplorasi. Adapun tahun ini BUMI menganggarkan capex sebesar US$ 50 juta-US$ 60 juta.
Dileep memprediksi, capex BUMI pada tahun depan mencapai US$ 50 juta-US$ 60 juta atau dengan estimasi US$ 0,5- US$ 0,6 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News