kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   -1.000   -0,05%
  • USD/IDR 16.682   110,00   0,66%
  • IDX 6.783   33,60   0,50%
  • KOMPAS100 980   6,55   0,67%
  • LQ45 762   4,47   0,59%
  • ISSI 216   1,28   0,60%
  • IDX30 395   2,57   0,65%
  • IDXHIDIV20 471   0,90   0,19%
  • IDX80 111   0,74   0,67%
  • IDXV30 115   0,40   0,35%
  • IDXQ30 130   0,91   0,71%

Buyback Obligasi Global Akan Semakin Marak


Kamis, 26 November 2009 / 10:05 WIB
Buyback Obligasi Global Akan Semakin Marak


Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Langkah pemerintah mengubah syarat pemanfaatan perjanjian penghindaran pajak berganda mulai 1 Januari 2010 memaksa emiten yang menerbitkan obligasi global di luar negeri lewat special purpose vechilce (SPV) cepat bergerak. Mereka mulai memikirkan langkah untuk membeli kembali atau buyback obligasi mereka.

Bahkan, PT Excelcomindo Pratama Tbk (EXCL) sudah membeli kembali 50% dari total obligasi globalnya. Mereka menyatakan, biaya membeli kembali obligasi global mereka lebih murah ketimbang menanggung pajak bunga lebih besar (Baca KONTAN edisi Rabu, 25 November 2009).

Catatan saja, aturan baru itu memang membuat emiten yang menjual obligasi lewat SPV harus memungut pajak bunga obligasi 20%. Sebelum ada aturan Dirjen Pajak 62/PJ/2009 itu, mereka hanya perlu memungut pajak 10%.

Setelah EXCL, tampaknya PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk (UNSP) juga memikirkan langkah serupa. Meski belum mengambil keputusan untuk membeli kembali obligasi mereka, Direktur Keuangan UNSP Harry M. Nadir bilang, setelah Dirjen Pajak menerbitkan peraturan terkait pajak berganda ini pada 5 November lalu, UNSP langsung membahasnya dengan konsultan internal dan eksternal.

Maklum, obligasi global UNSP lumayan banyak. Pertengahan Oktober 2009 saja, UNSP telah menjaminkan lima anak perusahaannya dalam penerbitan surat utang sebesar US$ 25 juta. Tapi, Harry menegaskan, UNSP tidak akan terburu-buru mengambil langkah buyback. "Karena buyback butuh dana besar dan butuh proses," katanya.

Kemarin, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) mengambil langkah serupa terhadap obligasi yang mereka terbitkan di Mauritius. Untuk PGAS, ceritanya sedikit berbeda. Pemicunya, Indonesia menghapus kesepakatan penghindaran pajak berganda dengan Mauritius sejak 2006 lalu. Cuma, PGAS baru bisa buyback obligasinya sekarang.

BUMN gas ini telah meminta Standard Chartered Plc untuk membantu mencari dana untuk buyback obligasi internasional mereka dari pasar. Sekretaris Perusahaan PGAS M. Wahid Sutopo dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) kemarin mengatakan, saat ini perseroan telah mendapatkan komitmen pendanaan senilai US$ 275 juta. Jangka waktu pinjaman adalah 36 bulan.

Total obligasi global yang akan mereka beli mencapai 15% dari total obligasi global terbitan PGAS. Besarnya pembelian kembali obligasi adalah sebesar 7,5% untuk obligasi senilai US$ 150 juta yang akan jatuh tempo di 2013 dan 7,5% untuk dua obligasi global yang masing-masing bernilai US$ 125 juta dan akan jatuh tempo pada tahun 2014 mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×