Reporter: Aloysius Brama | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sampai 16 Mei 2019, sudah ada 25 perusahaan yang tercatat mengantre untuk bisa meraih pendanaan di pasar modal. Hal tersebut sebagaimana terdaftar dalam pipeline Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pada tahun ini BEI menargetkan initial public offering (IPO) 57 perusahaan. Sejak awal tahun, sudah ada 12 perusahaan yang mencatatkan saham di bursa.
Berikut adalah 25 perusahaan yang bersiap menggelar penawaran saham perdana:
- PT DMS Propertindo Tbk,
- PT Blis Properti Indonesia Tbk,
- PT Bali Bintang Sejahtera Tbk,
- PT Surya Fajar Capital Tbk,
- PT Golden Flower Tbk,
- PT Communication Cable Systems Indonesia Tbk,
- PT Darmi Bersaudara Tbk,
- PT Eastparc Hotel Tbk,
- PT Hensel Davest Indonesia Tbk,
- PT Bima Sakti Pertiwi Tbk.
- PT Ifishdeco Tbk,
- PT Indonesian Tobacco Tbk,
- PT MNC Vision Networks Tbk,
- PT Krida Jaringan Nusantara Tbk,
- PT Dana Brata Luhur Tbk,
- PT Arkha Jayanti Persada Tbk,
- PT Itama Ranoraya Tbk,
- PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG Tbk,
- PT Envy Technologies Indonesia Tbk,
- PT Net Visi Media,
- PT Satyamitra Kemas Lestari Tbk,
- PT Andalan Sakti Primaindo Tbk,
- PT Inocycle Technology Group,
- PT Fuji Finance Indonesia Tbk,
- PT Berkah Prima Perkasa Tbk.
PT MNC Vision Networks menargetkan perolehan dana IPO Rp 231,2 miliar. Sedangkan PT Itama Ranoraya tercatat sebagai calon emiten dengan target dana yang paling mini yakni sebesar Rp 10 miliar.
Analis Artha Sekuritas Frederik Rasali mengatakan, dari daftar tersebut tidak semua perusahaan memiliki prospek yang menarik. “Kalau bicara prospek kita harus lihat bagaimana prospek industri itu secara keseluruhan,” kata Frederik.
Menurut Frederik, sektor konsumer dan perbankan bisa jadi fokus para investor untuk tahun ini. “Opsi keduanya bisa dari infrastruktur karena pertumbuhan anggaran dalam APBN sudah melambat,” kata dia kepada Kontan.co.id, Jumat (17/5).
Dari segi target, jumlah dana yang coba diperoleh calon-calon emiten tersebut oleh Frederik dirasa relatif lebih kecil dibandingkan rata-rata tahun sebelumnya. Sedangkan bila menilik sejauh mana potensi perusahaan bisa meraih pendanaan di pasar modal, Frederik cenderung sedikit pesimistis.
“Selama yield obligasi dan sukuk dari pemerintah masih tinggi, saya rasa investor masih lebih memilih instrumen tersebut,” jelasnya. Hal itu belum pula menimbang mengenai faktor global di tengah perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Sedangkan analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menilai, dengan menimbang kondisi pasar yang sedang tidak kondusif saat ini, emiten-emiten di sektor agrikultur dan consumer goods lebih berpeluang untuk bisa mendapatkan dana dari pasar modal. Asal tahu, sepekan Indeks Harga Saham Gabungan turun 6,16%.
Herditya mengatakan dalam kondisi pasar yang volatile seperti ini, saham-saham second liner cukup menarik. “Hal itu tak lepas dari saham-saham big caps yang turun cukup dalam. Sedangkan di satu sisi saya melihat saham-saham second liner justru cukup menarik pertumbuhannya,” kata Herditya, Jumat (17/5).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News