Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencetak penurunan dalam lima hari berturut-turut ke level terendah 2019. Jumat (17/5), IHSG merosot 1,17% ke level 5.826,87.
Sepekan ini, IHSG merosot 6,15% dan menyentuh level terendah sejak November 2018. Kinerja IHSG ini terburuk di Asia. Bahkan, indeks Shanghai yang bersentuhan langsung dengan perang dagang hanya turun 1,94% dalam sepekan. Tapi, IHSG dan indeks Shanghai sama-sama mencetak penurunan mingguan dalam empat pekan berturut-turut hingga pertengahan Mei.
Penurunan IHSG pekan ini pun jauh jika dibandingkan dengan indeks Taiex di posisi terburuk kedua dengan penurunan 3,07%. Indeks Kospi berada di posisi terburuk ketiga dengan penurunan 2,48%. SETi Thailand di posisi keempat dengan penurunan 2,46% dalam sepekan.
Indeks Shenzhen turun 2,26% dalam sepekan dan Straits Times turun 2,09%. Indeks Hang Seng sepekan ini turun 1,29%. Indeks Nikkei 225 turun 0,44% dalam sepekan.
Tak cuma turun lebih dari 6% sepekan, aksi jual asing pun gencar terjadi di bursa saham Indonesia. Menurut data Bloomberg, investor asing mencatat penjualan bersih dalam delapan hari perdagangan berturut-turut. Total penjualan bersih sepekan ini mencapai Rp 3,63 triliun. Tapi dalam delapan hari perdagangan, net sell asing mencapai Rp 6,37 triliun.
Friksi perdagangan antara Amerika Serikat dan China menyebabkan investor lebih suka menarik dana dari emerging market. Hari ini, People's Daily, koran Partai Komunis China membakar semangat patriotik pembacanya di halaman depan koran. Harian ini mengatakan bahwa perang dagang tidak akan menjatuhkan China.
Analis DBS Grop mengatakan, meski pasar belum price in, sudah waktunya memperbarui skenario perang dagang yang meletus penuh. "Ini akan menimbulkan konsekuensi mengerikan bagi ekonomi global dan mengantar pada perang dingin yang destruktif," ungkap DBS dalam catatan yang dikutip Reuters.
"Selama ada skenario risk-off, terutama perang dagang dan geopolitik, investor akan menjauhi emerging market," imbuh Prakash Sakpal, ekonom Asia di ING Bank.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News