Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah terus meroket di tengah reli pada pasar saham. Tetapi pelaku pasar masih tetap gelisah dengan virus corona yang sudah menewaskan lebih dari 1.000 orang di China saja.
Mengutip Reuters, Selasa (11/2) pukul 15.00 WIB, harga minyak jenis Brent naik 53 sen, hampir 1%, menjadi $ 53,80 per barel. Setali tiga uang, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) naik 46 sen, sekitar 1%, menjadi $ 50,18 per barel.
Walau berhasil naik, namun harga minyak masih melemah lebih dari 20% dari level tertinggi yang terjadi pada pertengahan Januari lalu.
"Sentimen positif dari pasar saham di seluruh pasar Asia tampaknya telah mendorong harga minyak mentah," Margaret Yang, analis pasar CMC Markets kepada Reuters.
Baca Juga: Harga minyak mentah memanas akibat aksi ambil untung
"Rebound ringan dan mungkin berumur pendek karena permintaan dari China kemungkinan akan tetap melemah dalam waktu dekat karena dampak virus. OPEC+ dan Rusia perlu segera mematangkan rencana pemangkasan produksi untuk menopang harga minyak," lanjut Yang.
Seperti diketahui, jumlah kematian akibat virus corona di China daratan sekarang telah mencapai 1.016. Sementara secara global, jumlahnya mencapai 1.018. Sementara itu, Komisi Kesehatan Nasional mengatakan, jumlah kasus positif virus ini mencapai 42.600.
Virus ini juga telah menyebar ke dua lusin negara lain, dengan kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan pada hari Senin bahwa kasus-kasus di luar China dapat menjadi "percikan api yang menjadi api yang lebih besar".
Pelaku pasar tetap khawatir bahwa permintaan minyak China dapat mengambil pukulan lebih lanjut jika virus corona tidak dapat ditahan. Perusahaan penyulingan China telah mengatakan, pihaknya akan memangkas sekitar 940.000 barel per hari (bpd) pada Februari karena penyebaran virus.
"Penyulingan China memproses minyak mentah 15% lebih sedikit dan itu bisa menjadi jauh lebih buruk jika virus tidak memuncak bulan ini," Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, mengatakan kepada Reuters.
Baca Juga: Tersulut Wall Street, harga komoditas logam industri kompak menguat
"OPEC+ tampaknya dalam mode wait and see. Sementara Rusia dapat hidup jika harga minyak US$ 40 per barel sehingga mungkin tidak begitu bersemangat untuk kembali memangkas produksi bersama anggota OPEC+ lainnya sebanyak 600.000 barel per hari lagi dalam pengurangan produksi," Kata Moya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News