kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bursa Asia terkoreksi menjelang penandatanganan kesepakatan dagang AS-China fase 1


Rabu, 15 Januari 2020 / 08:35 WIB
Bursa Asia terkoreksi menjelang penandatanganan kesepakatan dagang AS-China fase 1
ILUSTRASI. Ilustrasi bursa Asia.


Reporter: Herlina KD | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas bursa Asia terkoreksi pada awal perdagangan Rabu (15/1), menjelang penandatanganan kesepakatan dagang fase satu antara Amerika Serikat dengan China.

Pukul 08.30 WIB, indeks Nikkei 225 turun 68,98 poin atau 0,29% ke 23.955,52, Taiec turun 34,02 poin atau 0,,28% ke 12.150,87, Kospi turun 6,54 poin atau 0,29% ke 2.233,45, ASX 200 naik 27,80 poin atau 0,40% ke 6.990, Straits Times turun 4,88 poin atau 0,15% ke 3.266,03 dan FTSE Malaysia turun 2,73 poin atau 0,17% ke 1.577,78.

Baca Juga: Bursa Asia menguat sehari menjelang penandatanganan kesepakatan AS-China

Koreksi bursa Asia dipicu aksi investor yang menanti penandatanganan kesepakatan dagang fase satu antara AS-China dengan sentimen yang agak negatif dari komentar Menteri Keuangan AS yang menyatakan bahwa tarif akan tetap berlaku untuk saat ini.

Selasa (14/1) malam, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan bahwa AS akan tetap menerapkan tarif atas barang-barang China hingga perjanjian dagang fase dua antara AS-China rampung.

Berita itu muncul beberapa jam sebelum penandatanganan perjanjian dagang awal yang diperkirakan akan meredakan ketegangan antara kedua negara.

Baca Juga: Bursa Asia menguat, disokong optimisme penandatanganan kesepakatan dagang AS-China

"Kita seharusnya tidak mengharapkan pengurangan tarif lebih lanjut sampai setelah pemilihan presiden November nanti, menunjukkan bahwa perjanjian dagang hari ini mungkin sama baiknya dengan yang didapat untuk tahun 2020," kata Tapas Strickland, direktur ekonomi National Australia Bank seperti dikutip Reuters.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×