Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Di tengah krisis pasar finansial global dan kesulitan keuangan yang menimpa induk usahanya, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) tetap ingin melakukan ekspansi usaha. Produsen batubara terbesar di Indonesia ini membutuhkan pendanaan besar untuk membiayai beberapa rencana aksi korporasi dalam waktu dekat ini. Cara yang ditempuh adalah menggadaikan kepemilikan sahamnya di beberapa anak usaha untuk mencari pendanaan eksternal.
Bumi misalnya, berniat menjaminkan sebagian besar aset serta kekayaannya kepada kreditur untuk mendapatkan pinjaman tersebut. Sederhananya, Bumi menyiapkan dua jenis jaminan agar bisa memperoleh dana.
Pertama, BUMI akan menggadaikan sebagian atau seluruh saham anak usaha yang milik mereka. Jaminan kedua adalah jaminan fidusia berupa tagihan-tagihan rekening bank, klaim asuransi, persediaan atau inventory, rekening penampung Bumi dan anak perusahaan, serta hak jaminan kebendaan lainnya.
Gadaikan KPC dan Arutmin
Guna memuluskan rencana menjaminkan aset perusahaan tersebut, anak usaha PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) ini akan meminta persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 10 Desember 2008. "Kami akan meminta persetujuan untuk menjaminkan aset, termasuk aset batubara. Ini adalah hal yang rutin," kata Senior Vice President Investor Relations BUMI Dileep Srivastava kepada KONTAN, akhir pekan lalu. Dia pun tak membantah kemungkinan bahwa rencana itu akan termasuk menggadaikan saham-saham anak usaha Bumi di PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, dan Herald Resources Ltd.
Sekadar informasi, hingga kini Bumi masih memiliki 70% saham Arutmin dan sisanya dimiliki oleh Tata Power Company. Sedangkan di KPC, Bumi memiliki 13,6% saham secara langsung, dan 51,4% saham secara tidak langsung melalui tiga anak usahanya, yakni Sangatta Holding Limited, Kalimantan Coal Limited, dan Sitrade Coal. Tata juga punya 30% saham KPC. Sedangkan di Herald, Bumi memiliki 84,2% saham.
Menurut Dileep, Bumi membutuhkan dana eksternal untuk membiayai ekspansi usahanya. BUMI antara lain akan menggunakannya untuk membiayai pengadaan alat-alat berat untuk pengangkutan batubara dan eksplorasi non batubara. "Juga untuk mengembangkan Herald dan buat modal kerja," imbuhnya.
Namun, Dileep tidak bersedia menyebutkan total kebutuhan pendanaan tersebut. Yang jelas, ekspansi usaha itu bertujuan untuk menopang target produksi hingga 100 juta metrik ton batubara pada 2011-2012. Tahun lalu, total produksi BUMI mencapai 56 juta metrik ton. Sedangkan sepanjang enam bulan pertama tahun ini, volume produksi batubara BUMI baru mencapai 25,8 juta metrik ton.
BUMI misalnya berencana membeli alat-alat berat senilai sekitar US$ 600 juta dari PT Hexindo Adiperkasa dan Hitachi. Selain itu, Bumi juga membutuhkan dana sekitar US$ 160 juta untuk pengembangan Herald. Berarti, total dana buat membiayai dua ekspansi usaha tersebut sudah US$ 760 juta. Dileep pun bilang, Bumi juga mencari pendanaan untuk membiayai program pembelian kembali atau buy back sebanyak 20% saham.
Namun, Dileep tidak bersedia menyebutkan sumber dana dari luar yang sedang diburu BUMI. "Kami akan memberitahukannya dua minggu sebelum RUPSLB," imbuhnya.
Direktur BUMI Eddie Junianto Soebari juga enggan menjelaskan sumber dana itu. "Seperti biasanya, dana kami dapat dari luar negeri," tukas dia. Sebelumnya, dalam paparan publik 13 Oktober 2008, manajemen BUMI menyatakan, saat ini BUMI masih punya kas internal US$ 300 juta, saham dalam treasuri US$ 200 juta, dan duit pinjaman US$ 150 juta.
Kepala Riset BNI Securities Norico Gaman menghitung, kemungkinan BUMI membutuhkan dana hingga US$ 700 juta untuk membiayai seluruh ekspansi usahanya. Perinciannya, dana buat Herald akan membengkak jadi sekitar US$ 400 juta-500 juta dan US$ 200 juta guna mencapai target produksi batubara sebanyak 100 juta metrik ton. Tapi, "BUMI tak semudah biasanya cari dana. Kemungkinan dari investor strategis yang menyalurkan dananya melalui bank-bank asing," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News