Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten yang terafiliasi dengan grup bisnis besar atau konglomerat ternama di Indonesia mencetak kinerja bervariasi sepanjang tahun 2023. Emiten konglomerasi yang bertumpu pada bisnis komoditas, terutama pertambangan mendapat tekanan paling berat.
Ambil contoh PT Bayan Resources Tbk (BYAN) milik salah satu taipan terkaya, Low Tuck Kwong yang mengalami penurunan top line dan bottom line. Pendapatan BYAN tahun 2023 merosot 23,83% secara tahunan (Year on Year/YoY) menjadi US$ 3,58 miliar, dan laba bersih turun 43,31% (YoY) menjadi US$ 1,23 miliar.
Nasib serupa dialami oleh emiten batubara dari Grup Salim dan Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Pendapatan BUMI hanya terpangkas 8,19% (YoY) menjadi US$ 1,67 miliar. Sedangkan laba bersihnya ambles 97,92% (YoY) menjadi US$ 10,92 juta.
Baca Juga: Saham-Saham Emiten Ini Tak Beranjak dari Level Gocap, Adakah yang Masih Menarik?
Top line dan bottom line PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) yang dimiliki oleh taipan Garibaldi "Boy" Thohir dan Theodore Permadi "TP" Rachmat juga kompak merosot. Pendapatan ADRO menurun 19,62% (YoY) menjadi US$ 6,51 miliar, dan laba bersihnya terpangkas 34,13% (YoY) menjadi US$ 1,64 miliar.
Penurunan kinerja pada tahun lalu sejalan dengan tren harga komoditas batubara yang melandai. Meski laba turun cukup dalam, tetapi jika dikonversi ke dalam kurs rupiah, keuntungan para emiten batubara tersebut sejatinya masih jumbo.
Di tengah tekanan pada bisnis berbasis komoditas, sejumlah grup konglomerasi mampu bertumpu pada bidang usaha lain yang lebih terdiversifikasi. Seperti pada Grup Salim yang mendulang cuan dari lonjakan laba bersih emiten barang konsumsi (consumer) PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).
Begitu pula Grup Astra, dimana laba bersih emiten induknya, PT Astra International Tbk (ASII) mampu tumbuh 16,89% (YoY) menjadi Rp 33,83 triliun. Performa Grup Djarum juga masih prima, yang ditopang oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan lonjakan laba bersih 19,4% (YoY) menjadi Rp 48,63 triliun.
Baca Juga: Saham Gocapan, Bagai Jamur di Musim Hujan
Emiten milik salah satu taipan terkaya di Indonesia, Prajogo Pangestu mencetak kinerja yang beragam. Laba bersih induk Grup Barito, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) meroket 1.392% (YoY) menjadi US$ 26,11 juta. Anak usahanya, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) mengalami kenaikan laba bersih 17,87% (YoY) menjadi US$ 107,41 juta.
Sedangkan PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) memangkas kerugian 77,54% (YoY) menjadi US$ 33,57 juta. Kemudian emiten Prajogo Pangestu lainnya, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) mengalami penurunan laba bersih 58,25% (YoY) menjadi Rp 238,32 miliar.
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas mengamati kinerja emiten grup konglomerasi tak bisa dilepaskan dari rotasi sektor pada tahun tersebut. Sesuai ekspektasi, mayoritas emiten yang berhubungan dengan bisnis pertambangan mengalami penurunan kinerja.
Berbeda dari tahun 2022 dimana kinerja emiten konglomerasi terpoles oleh bisnis komoditas, terutama batubara. Dus, emiten konglomerasi dengan bisnis terdiversifikasi memiliki prospek kinerja yang lebih terjaga.
Baca Juga: Strategi Investasi & Rekomendasi Saham Pilihan Usai IHSG Anjlok Terseret Grup Barito
Investment Consultant Reliance Sekuritas Indonesia, Reza Priyambada punya pandangan serupa. Meski banyak yang mengalami penurunan kinerja, tapi secara umum Reza memandang kinerja para emiten konglomerasi tahun 2023 cenderung terjaga dan sesuai ekspektasi.
Pada tahun 2024, Reza melihat emiten konglomerasi punya peluang untuk memperbaiki kinerja. Apalagi jika katalis dan sentimen lebih kondusif, seperti kepastian penurunan suku bunga acuan, tensi geopolitik yang mereda, tidak adanya kelangkaan pasokan bahan pangan dan inflasi yang tetap terjaga.
"(Kinerja emiten konglomerasi) itu tergantung dari masanya di tahun tersebut. Jika diasumsikan sentimen-sentimen ini bisa positif, maka akan berimbas positif juga bagi industri dan pergerakan harga sahamnya," kata Reza kepada Kontan.co.id, Senin (1/4).
Rekomendasi Saham
Head of Research Mega Capital Sekuritas (InvestasiKu) Cheril Tanuwijaya menambahkan, investor juga perlu cermat agar bisa memanfaatkan momentum yang mengiringi suatu emiten dalam konglomerasi. Cheril mencontohkan, pada tahun ini kinerja emiten kertas berpeluang terangkat, seiring pemulihan ekonomi China dan perbaikan harga komoditas pulp.
Selain itu, secara valuasi saham emiten kertas juga masih menarik. Cheril lantas merujuk emiten kertas dari Grup Sinar Mas, PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM). Kemudian, saham consumer seperti ICBP juga menarik dicermati. Penurunan harga soft commodities sebagai bahan baku, bisa menurunkan biaya produksi emiten dari Grup Salim tersebut.
Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project, William Hartanto menimpali, jika ingin mengoleksi saham-saham dari grup konglomerasi, sebaiknya cermat melihat momentum. Jika ada beberapa saham mengalami kenaikan karena punya sentimen positif, maka berpotensi mengangkat saham satu konglomerasi lainnya. Begitu juga sebaliknya.
Analis Stocknow.id Abdul Haq Alfaruqy mengingatkan agar tetap selektif memilih saham-saham emiten konglomerasi. Pelaku pasar bisa mempertimbangkan strategi swing trade atau medium term investasi, lantaran sejumlah saham punya harga yang sudah tinggi ataupun bergerak volatile.
Baca Juga: IHSG Ambles Tergerus Saham Grup Barito, Apa Kabar January Effect?
Abdul Haq menjagokan saham emiten kertas dari Grup Sinar Mas yakni TKIM dan PT Indah Kiat pulp & Paper Tbk (INKP), Hitungan dia, TKIM berpotensi menuju resistance pada kisaran harga Rp 8.000, sementara INKP berpeluang menuju level Rp 10.900.
Cheril turut menyematkan rekomendasi buy saham TKIM dengan target harga di Rp 7.800, stoploss d Rp 6.900. Kemudian buy ICBP dengan target harga Rp 12.200 dan stoploss jika turun ke level Rp 11.000.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menyarankan untuk tetap memilih saham emiten konglomerasi yang punya fundamental kuat. Pada tahun ini, Arjun memprediksi sentimen bagi emiten perbankan dan konsumen primer akan kondusif, sehingga saham BBCA dan INDF layak sebagai pilihan investasi.
William menyematkan rekomendasi buy untuk saham dari Grup Salim yakni INDF, ICBP dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP). Kemudian PT United Tractors Tbk (UNTR) dari Grup Astra.
Baca Juga: Pesta Laba Tinggi, Emiten Konglomerasi Mulai Unjuk Gigi
Saham BBCA dan PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) dari Grup Djarum. Lalu, saham ADRO dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) milik Boy Thohir.
Sedangkan Sukarno menilai pelaku pasar bisa taking profit dalam jangka pendek untuk saham yang punya kinerja apik dan valuasi wajar, tapi secara teknikal ada indikasi penurunan. Dalam strategi jangka panjang, Sukarno menyarankan hold untuk saham BBCA, ASII, INDF dan ICBP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News