Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Bisnis properti di tanah air tahun ini diprediksi masih melambat. Tahun lalu, kelesuan bisnis properti turut menekan harga saham properti milik beberapa konglomerasi, seperti Grup Sinarmas, Lippo, dan Ciputra.
Sepanjang 2016 lalu, harga saham PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), misalnya, merosot 30,43% year-on-year (yoy). Harga saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) juga menyusut 7,99% (yoy). Sementara harga saham PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) melemah 2,5% (yoy).
Bisnis properti memang meredup tahun lalu. Kondisi ini memaksa sejumlah emiten properti memangkas target marketing sales-nya.
Tahun ini, peluang sektor properti untuk menguat signifikan masih sulit. Menurut Franky Rivan, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, ada empat faktor yang membuat bisnis properti masih berada di sektor netral.
Pertama, The Fed kemungkinan mengerek bunga acuan hingga tiga kali pada 2017. Ini yang menyebabkan inflasi dan memaksa Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan hingga 100 bsp. Padahal, pembelian properti masih didominasi oleh KPR.
Kedua, isu oversupply yang masih menekan properti terutama untuk perkantoran dan mal. Ketiga, Program Amnesti Pajak hanya memperlihatkan hasil signifikan untuk deklarasi. Padahal, sektor properti, Franky bilang, akan lebih terpengaruh keberhasilan masuknya dana repatriasi.
Meski demikian, ada faktor keempat yang membuat rekomendasi Franky di sektor properti masih netral. Yakni, kebijakan pemerintah yang cenderung lebih memihak emiten properti. Beberapa kebijakan, seperti LTV dan BPHTB, meringankan beban bisnis properti. Karena itu, Franky melihat, pasar properti belum membuat sejumlah konglomerasi optimistis.
Franky menyebutkan, hanya PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) yang masih menunjukkan proyeksi menarik, dengan porsi penyewaan properti yang besar dan okupansi tinggi.Untuk PWON, Franky merekomendasikan buy, dengan target Rp 865 per saham. Sementara LPKR dan BSDE, Franky merekomendasikan hold, dengan target harga masing-masing Rp 900 dan 2.090.
Sedang rekomendasi untuk saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA): sell dengan target Rp 1.520 per saham.
Berbeda dengan Franky, Toufan Yamin, Analis Erdikha Elit Sekuritas, justru menilai, ada kemungkinan bisnis properti akan rebound di awal 2017, dengan kembali bergairahnya sektor komoditas.
Tahun lalu, segmen perkantoran memang melemah lantaran tenant kebanyakan perusahaan tambang. Dengan membaiknya sektor komoditas di awal tahun ini, maka ada potensi perbaikan pada segmen perkantoran.
Toufan bilang, untuk konglomerasi properti, prospek BSDE dan CTRA akan membaik. Permintaan landed house diprediksi meningkat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News