Reporter: Rezha Hadyan | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia menjadi pasar yang menarik bagi perusahaan asing untuk pengembangan bisnis properti. Tercatat puluhan pengembang atau developer asing telah melakukan ekspansi lewat berbagai proyek properti seperti hunian, perkantoran, kawasan industri, hingga pusat perbelanjaan di sejumlah wilayah di Tanah Air. Developer asing itu didominasi oleh perusahaan yang berbasis di sejumlah negara Asia seperti Jepang, China, dan Singapura.
Vice President Coldwell Banker Dani Indra Bhatara mengatakan, ekspansi yang dilakukan oleh pengembang asing di Indonesia diperkirakan masih akan terus berlanjut dalam beberapa tahun ke depan. Pasalnya, sebagian besar dari mereka sulit untuk melakukan ekspansi di negara asalnya dan Indonesia dinilai masih punya potensi pasar yang sangat luas.
“Sudah banyak developer asing yang melakukan penetrasi ke Indonesia, developer asal Jepang dan China masih akan mendominasi. Developer asal Jepang sudah terlebih dahulu melakukan penetrasi ke Indonesia dan selama ini punya track record yang cukup baik. Mereka juga unggul karena adanya persepsi positif dari masyarakat terhadap kualitas produk Jepang. Untuk developer asal China, mereka bisa dibilang agresif. Hal itu bisa dilihat dari beberapa proyek yang mereka garap di Cikupa, Tangerang dan Daan Mogot, Jakarta Barat,” kata Dani kepada Kontan.co.id pada Rabu (30/1).
Proyek yang dimaksud adalah pembangunan Apartemen Daan Mogot City dengan nilai US$ 300 juta besutan China Communication Construction Group (CCCG) serta pengembangan kota mandiri seluas 60 hektar di Cikupa oleh China Fortune Land Development (CFLD) berlabel Lavon Swan City dengan nilai investasi US$ 500 juta. Dani memperkirakan, developer asal China yang ekspansi ke Indonesia akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan kelas menengah yang tinggi.
Kemudian Dani menilai, kehadiran developer asing di Tanah Air tentu menjadi tantangan tersendiri bagi developer lokal. Reputasi baik, kemampuan, keberanian, inovasi, dan besarnya modal yang dimiliki sangat mungkin menyaingi developer lokal berskala besar yang punya reputasi baik di mata masyarakat. “Kehadiran mereka tetapi tidak sepenuhnya dianggap sebagai ancaman karena jumlahnya masih terbatas dan umumnya bermain di segmen menengah ke atas, beberapa di antaranya malah bekerja sama dengan developer lokal yang tentunya dapat menguntungkan developer lokal baik secara bisnis maupun transfer of knowledge,” kata dia.
Lebih lanjut Dani mengatakan developer lokal perlu melihat mereka sebagai pesaing untuk memacu kinerja agar bisa memberikan produk yang lebih baik bagi masyarakat terutama di segmen kelas menengah kebawah yang saat ini sudah mulai dilirik oleh pengembang properti asing. Developer lokal juga bisa memanfaatkan pengembang properti asing untuk meningkatkan permodalan, reputasi baik, dan inovasi agar bisa semakin berkembang dan bertahan di tengah ketatnya persaingan.
Senada dengan Dani, Direktur sekaligus Kepala Bidang Riset dan Konsultan Savills Anton Sitorus mengatakan ekspansi yang dilakukan developer asing di Indonesia bukanlah ancaman bagi developer lokal. Dia bilang ekspansi itu merupakan hal yang wajar di era globalisasi saat ini. “Developer Indonesia juga banyak kok yang melakukan ekspansi ke luar negeri, jadi bisa dibilang wajar dan saling menggairahkan pasar,” ungkap dia.
Lebih lanjut Anton bilang bahwa developer lokal terutama yang berskala besar punya reputasi yang cukup baik dan bisa bersaing dengan developer asing yang jumlahnya kemungkinan bisa bertambah usai perhelatan pesta demokrasi lima tahunan atawa Pemillihan Umum (Pemilu) 2019. Selain itu, developer lokal juga punya keunggulan berupa kemampuan membaca dan memanfaatkan peluang pasar yang tidak dimiliki oleh developer asing.
“Jika tidak bisa bersaing, tentu developer-developer lokal kita sudah banyak yang bubar, developer asing, terutama yang berasal dari Jepang itu sudah sejak lama berekspansi di Indonesia, contohnya Kajima Corporation yang membangun Plaza Senayan sejak awal dekade 1990an,” kata dia.
Lalu bagaimana komentar dari developer lokal tentang ekspansi yang dilakukan oleh developer asing di Tanah Air? Head of Investor Relations PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) Wibisono mengatakan, developer asing bukanlah pesaing langsung APLN lantaran mereka menawarkan produk dengan konsep yang berbeda. “Agung Podomoro Land selalu melakukan inovasi dalam pengembangan produk, contohnya produk terbaru kami yaitu Podomoro Park Bandung yang kami yakini tidak akan tersaingi oleh developer asing,” kata dia.
Wibisono bilang, untuk developer lokal berskala kecil terutama yang lokasinya berdekatan dengan proyek milik developer asing tentunya akan sangat terpengaruh. Pengaruh tersebut tentunya akan semakin terasa apabila konsep yang ditawarkan memiliki kesamaan.
Terkait dengan pergerakan saham emiten properti, Analis Artha Sekuritas Dennies Christoper Jordan mengatakan, ekspansi yang dilakukan oleh developer asing akan sangat berpengaruh terhadap kinerja emiten properti. Pasalnya, saat ini mereka memperebutkan ceruk pasar yang semakin mengecil akibat adanya penurunan permintaan. “Bisa dibilang, pertumbuhan emiten di sektor ini ada perlambatan,” kata dia kepada Kontan.co.id.
Untuk saham dari emiten properti, Dennies menilai, valuasi saham properti bisa dibilang cukup murah. Namun, masih belum ada sentimen yang mampu mendongkrak harganya. Dia menyarankan agar investor menunggu terlebih dahulu sampai ada sentimen positif yang bisa mendongkrak pergerakan saham emiten properti. “Secara khusus saya belum merekomendasikan saham emiten properti apapun,” ujar dia.
Berbeda dengan Dennis, Analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan menilai, ekspansi yang dilakukan oleh developer asing di Indonesia tidak selamanya berdampak buruk terhadap developer lokal yang dalam hal ini adalah emiten properti. Pasalnya, emiten properti itu punya peluang untuk meningkatkan kinerjanya lewat kerja sama dengan developer asing untuk mempercepat pengembangan suatu kawasan.
Emiten properti di Tanah Air dinilai punya keunggulan berupa tanah kosong atau landbank yang cukup besar. “Lewat kerja sama itu, landbank yang dimiliki bisa lebih produktif dan kawasan di sekitarnya menjadi lebih berkembang dan pada akhirnya mempercepat kenaikan harga properti di kawasan tersebut dan meningkatkan minat masyarakat,” kata Valdy.
Lebih lanjut dia bilang bahwa saham dari sejumlah emiten properti di Tanah Air masuk dalam kategori undervalue. “Salah satunya adalah saham PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI),” ungkapnya.
Sedangkan untuk prospek saham emiten properti Valdy bilang akan ada perbaikan di tahun 2019 ini. Pertimbangan utamanya adalah proyeksi nilai tukar rupiah dan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI 7-day repo rate (7DRR) yang lebih stabil. Asal tahu saja, BI diproyeksi hanya akan menaikkan suku bunga acuan sekali saja di tahun ini. Hal tersebut tentu menjadi angin segar bagi bisnis properti yang mengandalkan kredit perbankan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News