Reporter: Vina Elvira | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan logistik dan pelayaran, PT Trans Power Marine Tbk (TPMA) membidik pertumbuhan kinerja yang cukup signifikan di tahun ini. Kondisi bisnis yang mulai membaik sejak kuartal IV-2020, membuat manajemen TPMA optimistis kinerja bisa meningkat 30% dari torehan tahun lalu.
Direktur TPMA Rudy Sutiono mengatakan, beberapa waktu lalu perusahaan sempat memprediksikan pertumbuhan kinerja di tahun ini hanya di kisaran 5%-10% di tahun ini. Namun, seiring dengan perkembangan bisnis yang positif membuat proyeksi pertumbuhan pun terus dikerek ke angka 30%.
"Kami optimistis bahwa akan ada pertumbuhan lebih dari 10%, karena tentunya disebabkan tahun 2020 itu sendiri sudah turun cukup banyak. Dari pertengahan tahun 2020 hingga 2021 ini, kami yakin bisa bertumbuh sekitar 30%," jelas dia dalam Paparan Publik, Kamis (17/6).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama TPMA Ronny Kurniawan menyebut, ada beberapa faktor yang membuat TPMA optimistis memandang prospek bisnis di tahun ini. Salah satunya adalah kebutuhan batubara untuk PLN yang mulai meningkat, seiring dengan beroperasinya ragam sektor industri di tanah air yang sempat terhambat akibat kondisi pandemi tahun lalu.
Baca Juga: Trans Power Marine Tbk (TPMA) membuka opsi untuk membeli kapal baru
"So far karena barang curah yang kami angkut ini sekarang lagi booming, yaitu batubara dan nikel. Sehingga kebutuhan atas kapal tongkang ini sangat besar karena banyak sekali kapal tongkang yang tadinya ngangkut batubara, banyak pindah ke nikel di Sulawesi," kata dia.
Ronny menambahkan, sentimen harga komoditas batubara yang kian meningkat juga turut berdampak positif terhadap lini bisnis TPMA. Sehingga kebutuhan dan juga produksi batubara mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
"Para produsen batubara juga memanfaatkan situasi ini sehingga produksi mereka besar sekali, sehingga kebutuhan akan kapal juga sangat besar. So far kami punya kapal semuanya tidak ada yang menganggur dan masih kerja 100%, kecuali yang sedang maintenance," ujar Ronny.
Demi memuluskan target bisnisnya, TPMA pun berencana untuk menambah 3-4 kapal di tahun ini. Maka dari itu, perusahaan menganggarkan alokasi belanja modal atau capital expenditure (capex) sekitar Rp 120 miliar - Rp 150 miliar, yang sebagian besar dananya akan dipakai untuk modal penambahan kapal.
"Untuk pendanaan biasanya sekitar 70% pembiayaan bank dan sisanya 30% dari equity. Equity ini kami sudah punya. Pembiayaan banknya juga sudah ada sebenarnya sudah ada line dari BCA," tegas Ronny.
Hingga saat ini, TPMA masih berupaya untuk mencari kapal terbaik yang nantinya akan dibeli oleh perusahaan, baik itu kapal baru maupun kapal bekas. Kondisi pasar yang sedang naik, membuat kapal bekas juga ikut sulit untuk ditemukan.
"Sebenarnya strategi penambahan kapal itu bisa dua, kami beli baru atau beli yang bekas. Kapal bekas otomatis harganya lebih murah, yang baru sekarang harganya sangat tinggi. Hal ini yang jadi salah satu pertimbangan kami. Sampai Juni, kami belum ada komitmen karena masih menawar dan melihat-lihat," jelasnya.
Selain rencana penambahan kapal untuk meningkatkan kinerja bisnis perusahaan, TPMA juga tak lupa untuk terus meningkatkan kinerja dari sisi servis dan pelayanan kepada pelanggan. Sebab, sebagai perusahaan jasa, memberikan layanan terbaik adalah hal yang paling penting bagi perusahaan.
Baca Juga: Trans Power Marine (TPMA) kejar pertumbuhan kinerja 5%-10% di tahun 2021
"Tentu saja yang paling utama adalah dari sisi kami harus bisa kompetitif dari segi harga. Kedua, adalah servis dan pelayanan, on time delivery, dan di masa pandemi ini, kami juga sangat ketat menerapkan protokol kesehatan," pungkas Ronny.
Sedikit informasi, kegiatan usaha utama TPMA meliputi jasa pengangkutan barang curah, khususnya batubara, menggunakan kapal tunda, tongkang, dan crane barge. Hingga tahun 2020, TPMA memiliki 38 unit kapal tunda dan 33 unit kapal tongkang, serta 3 crane barge.
Adapun, di tahun lalu TPMA menorehkan kinerja yang kurang memuaskan. Tercatat, pendapatan usaha TPMA menyusut 16,62% secara tahunan atau yoy menjadi US$ 39,76 juta dari sebelumnya US$ 47,68 juta di tahun 2019.
Penurunan signifikan juga terjadi dari sisi kinerja laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar alias laba bersih sebesar 74,69% yoy dari semula US$ 8,23 juta menjadi US$ 2,08 juta.
Selanjutnya: IHSG turun 0,17% ke 6.068 hingga tutup pasar Kamis (17/6)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News