Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Yang perlu dicatat adalah, komposisi pemain indeks dahulu dan saat ini sudah berbeda. Toufan mengatakan, dahulu investor asing banyak yang berperan sebagai penggerak pasar. Namun, dari tahun 2018 hingga saat ini, komposisi asing sudah tidak begitu banyak.
Investor domestik mendominasi. “Jadi, ketika likuiditas kering, dana asing yang lari dari Indonesia tidak akan sebanyak 2013. Impact-nya tidak banyak,” sambung dia.
Secara valuasi, Toufan menilai saat ini IHSG masih murah dibanding negara sejenis. Justru Indonesia baru akan terlihat dampak dari kenaikan inflasi ini. Berkaca dari siklus ekonomi 2008-2013, saat itu harga komoditas naik gila-gilaan, di saat US Treasury juga bergerak paralel dengan naiknya harga komoditas.
Salah satunya adalah harga minyak yang saat ini naik, meskipun perjalanan antarnegara belum sepenuhnya pulih. Padahal, hampir 30% konsumsi minyak digunakan untuk penerbangan. Tofan mengatakan, permintaan minyak saat ini masih berasal dari industri.
Baca Juga: Begini rencana pengembangan bisnis EBT Indika Energy (INDY)
Oleh karena itu, saham siklikal berbasis komoditas energi seperti minyak bumi dan batuabara menarik untuk dicermati. Emiten berbasis minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) bisa menjadi salah satu yang menarik, setelah dalam 2-3 tahun ini harganya tertekan.
Namun, harga CPO saat ini mulai pulih, bahkan baru-baru ini sempat menyentuh level tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Tentunya, ini akan bedampak baik untuk meningkatkan margin perusahan CPO. Estimasi Toufan, jika harga CPO bertahan di atas RM 3.000, tidak menutup kemungkinan emiten sawit akan bisa membagi dividen yang lebih besar dibanding tahun sebelumnya.
Zamzami menyebut, IHSG juga terdampak pergerakan yield ini. Namun, kata dia, dalam beberapa hari ke belakang, pelemahan pasar saham Indonesia tidak sedalam bursa-bursa lain. “Tetapi ketika yield frenzy ini mereda, pasar bakal kembali melihat fundamental, seberapa pemulihan ekonomi, progress vaksinasi, dan earnings revision dari konsensus,” sambung Zamzami.
Baca Juga: Melihat strategi investasi Warren Buffett dibalik penjualan saham Apple
Zamzami memperkirakan, IHSG sepanjang Maret ini akan menguat terbatas, dengan menguji level resistance 6.350 kemudian resistance berikutnya di level 6.450, dengan support 6.150-6.050. “Memang risiko yang masih membayangi kenaikan yield US treasury dapat mendorong outflow dari pasar negara berkembang termasuk Indonesia, yang dapat berakibat juga pada volatilitas rupiah,” terang Zamzami.
Zamzami merekomendasikan saham sektor cyclical yang dapat dicermati masih berasai dari sektor perbankan, semen, CPO dan, pertambangan seperti BMRI, BBTN, BBNI, INTP, SMGR, AALI, UNTR, dan ANTM.
Sementara Taofan memproyeksi IHSG sepanjang Maret ini akan berada di rentang 6.200 karena pasar yang masih cenderung wait and see. Hingga akhir 2021, dia memproyeksikan IHSG akan mampu menyentuh level tertingginya (all time high) di kisaran 6.800-7.000.
Baca Juga: Musim dividen dan yield surat utang masih menekan kurs rupiah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News