Reporter: Annisa Aninditya Wibawa, Amailia Putri Hasniawati, Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Gara-gara rupiah melempem terhadap dollar Amerika Serikat dan euro, nilai investasi PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) membengkak.
Akibatnya, SMGR harus merogoh kocek lebih untuk membangun dua pabrik semen. Kedua pabrik itu adalah pabrik SGG III di Indarung, Sumatera Barat dan SGG IV di Rembang, Jawa Tengah.
Bahkan hitungan teranyar, tambahan dana investasi untuk membangun dua pabrik tersebut membengkak Rp 1,33 triliun.
Agung Wiharto, Sekretaris Perusahaan SMGR menjelaskan, pendirian kedua pabrik itu awalnya bisa memakan biaya investasi sebesar Rp 6,96 triliun. Namun, lantaran rupiah melemah, biaya pembangunan melonjak 19,1% menjadi Rp 8,29 triliun.
Agung menambahkan, biaya kedua pabrik tersebut meningkat lantaran perubahan patokan nilai tukar yang digunakan SMGR. Tak hanya dari dollar AS, juga nilai euro terhadap rupiah.
Pada penghitungan awal, SMGR menggunakan acuan US$ 1 setara dengan Rp 9.182. Kini, SMGR memakai patokan kurs rupiah sebesar Rp 11.036 per dollar AS.
Begitu pula terhadap euro, yang awalnya setara Rp 11.477 menjadi Rp 14.914. Alhasil, biaya pembangunan kedua pabrik itu pun membengkak.
Agung merinci, pembangunan SGG III awalnya ditaksir sebesar Rp 3,24 triliun, akan meningkat 18,18% menjadi Rp 3,84 triliun. Sedangkan, pabrik SGG IV di Rembang yang semula ditaksir akan menghabiskan biaya Rp 3,71 triliun, bakal naik 19,78% menjadi Rp 4,45 triliun.
Di akhir tahun lalu, SMGR sebenarnya sudah menghitung-hitung, dana pembangunan pabrik semen tersebut akan bertambah besar. Saat itu, SMGR menaksir, investasi untuk kedua pabrik tersebut bakal membengkak sekitar Rp 600 miliar.
Emiten pelat merah ini sejatinya telah memulai pabrik Indarung di 2012. Nah, pabrik tersebut diperkirakan dapat selesai di kuartal IV 2015. Sementara, Pabrik Rembang mulai dibangun di 2015 dan diprediksi rampung di kuartal ketiga 2016.
Agung bilang, pembangunan pabrik ini untuk menjamin pasokan semen sehingga dapat mempertahankan pangsa pasar. SMGR memang masih menguasai pasar semen domestik. Sampai April 2014, pangsa pasar emiten ini sebesar 43,91%.
Jika dua pabrik itu kelak beroperasi maka SMGR akan mendapat tambahan pasokan 6 juta ton semen per tahun. Pada tahun ini, SMGR menargetkan bisa menambah kapasitas produksi dari 30 juta ton menjadi 32 juta ton.
Pendanaan kuat
Analis MNC Securities, Reza Nugraha mengatakan, SMGR memang harus tetap melanjutkan pembangunan pabrik. Sebab menurut dia, sangat sulit jika harus menanti rupiah kembali menguat. "Rupiah sangat berat untuk kembali di bawah Rp 10.000 per dollar AS," ujar dia.
Budi Rustanto, analis Valbury Asia Securities dalam risetnya menyebutkan, SMGR memiliki pendanaan yang cukup kuat. SMGR barus saja memperoleh fasilitas pinjaman dengan plafon Rp 1,9 triliun dari Bank Mandiri untuk membangun pabrik Indarung. Pinjaman tersebut memberi bunga 9%-9,5% dengan tiga tahun selama masa konstruksi, SMGR hanya membayar bunganya saja. Setelah itu, SMGR baru mulai membayar angsuran pokok berikut bunganya.
Sedangkan untuk pabrik di Rembang, SMGR telah mendapat fasilitas kredit non tunai Rp 1,4 triliun juga dari Bank Mandiri dengan jangka waktu 42 bulan. Selain utang, SMGR juga didukung kas internal yang kuat.
Budi dan Reza masih merekomendasikan beli saham SMGR, masing-masing dengan target harga Rp 17.000 dan Rp 17.500 per saham. Kemarin, harga saham SMGR turun 2,78% ke Rp 14.850 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News