kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

BI rate naik, hindari saham perbankan


Kamis, 11 Juli 2013 / 17:53 WIB
BI rate naik, hindari saham perbankan
ILUSTRASI. KUR BRI 2022 dan KUR BNI 2022. (KONTAN/Carolus Agus Waluyo)


Reporter: Dityasa H Forddanta, Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Beberapa waktu lalu, Bank Indonesia (BI) baru saja menaikkan BI rate 25 basis poin menjadi 6% dari sebelumnya 5,75%. Hari ini, Kamis (11/7), BI kembali menaikkan suku bunga acuan. Tak tanggung-tanggung, BI rate dinaikan 50 basis poin menjadi 6,5%.

Kebijakan ini diambil demi menjaga laju inflasi supaya tidak terlampau kencang. Di sisi lain, dengan kenaikan BI rate ini diharapkan juga mampu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Tapi, Kepala Riset PT Trust Secuities, Reza Priyambada, berkata lain. Dengan dinaikkannya BI rate sebesar 50 basis poin, belum menjadi jaminan jika nilai tukar rupiah akan kembali stabil. Soalnya, pelemahan rupiah lebih karena faktor eksternal, yaitu penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terhadap semua mata uang dunia karena adanya rencana bank sentral AS (The Fed) mengurangi program stimulus.

Yang jadi masalah saat ini adalah, pergerakan rupiah itu yang paling fluktuatif jika dibandingkan dengan mata uang negara lain di kawasan Asia. Fluktuasi ini juga disebabkan oleh cadangan devisa Indonesia yang menurun. "Jadi, selama fundamentalnya (cadangan devisa) belum kuat, maka rupiah belum bisa tabl," imbuh Reza.

Kenaikan BI rate ini, lanjut Reza, juga akan berdampak negatif terhadp suku bunga kredit industri perbankan. Sektor lainnya yang akan terkena dampak kenaikan BI rate adalah sektor yang mendapatkan pembiayaan dari perbankan ataupun instrumen investasi lain yang berhubungan dengan suku bunga, seperti sektor properti.

"Jadi, kenaikan negatif akan membuat persepsi negatif para pelaku pasar ke dua sektor tersebut," pungkasnya.

Sementara tim riset Henan Putihrai memiliki pandangan lain. Melalui risetnya, HP Analytics, mengatakan, selain menaikan BI rate, di saat yang bersamaan BI juga menaikan FASBI rate sebesar 50 bps menjadi 4,75%. "Jadi, kami menilai kebijakan bank sentral untuk menaikkan suku bunga acuan sudah tepat untuk mengantisipasi lonjakan inflasi di bulan Juli yang diperkirakan di atas 7%," Tulisnya.

Bahkan, masih menurut HP Analytics, BI masih memiliki ruang untuk menaikkan BI rate sebesar 50 bps hingga akhir tahun 2013. Hal ini bisa dilakukan demi meredam kenaikan IHK (Indeks Harga Konsumsi) sebagai basis penghitung inflasi.

Jimmy Dimas Wahyu, pengamat pasar modal, juga berpendapat sama. Menurutnya, kenaikan BI rate sangat penting dilakukan untuk menjaga tingkat inflasi.

"BBM sudah naik, otomatis, inflasi juga naik. Kalau tida direm, akan berbahaya bagi masyarakat," jelas Jimmy.

Oleh sebab itu, para investor dihimbau untuk menjauhi sektor perbankan, properti residensial, konstruksi, dan konsumsi untuk jangka pendek. Soalnya, risiko inflasi dan kenaikan suku bunga berpotensi mengganggu daya beli serta meningkatkan biaya sehingga menekan marjin laba.

Tapi, investor bisa mencermati sektor yang tahan inflasi seperti properti kawasan industri, pengembang mall dan gedung perkantoran, serta sektor infrastruktur yang highly regulated seperti telekomunikasi, distribusi dan jalan tol.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×