Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis point (bps) menjadi 4% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI tanggal 16 Juli 2020. Ini menjadi kali keempat BI menurunkan suku bunga acuan sepanjang tahun 2020.
Pemangkasan suku bunga acuan ini biasanya menjadi sentimen positif bagi sektor properti karena turut berpeluang menurunkan bunga kreditĀ properti. Sayangnya, Analis MNC Sekuritas Muhammad Rudy Setiawan melihat, kebijakan moneter ini belum dapat menjadi sentimen positif yang kuat untuk menggerakkan saham-saham properti.
Memang, pada perdagangan Kamis (16/7) maupun pada Jumat (17/7), saham-saham properti lebih banyak yang berakhir di zona merah dan stagnan. Bahkan, pada perdagangan akhir pekan ini, properti menjadi sektor saham dengan penurunan terdalam, yakni sebesar 1,23%.
Baca Juga: BNI gelar Griya Expo Online untuk dorong penyaluran KPR, catat tanggalnya
Menurut Rudy, tiga kali penurunan suku bunga acuan BI yang sebelumnya juga belum menunjukkan dampak positif terhadap bisnis dan saham properti. "Pasalnya, di tengah pandemi ini, masyarakat masih menjaga dana untuk konsumsi utama. Walaupun begitu, emiten properti masih ada peluang dari first home buyer dengan harga Rp 500 juta-Rp 1 miliar," tutur Rudy kepada Kontan.co.id, Jumat (17/7).
Dia mengatakan, untuk masuk ke saham-saham properti, investor harus sangat selektif meski penurunan harga sahamnya sudah mulai terbatas. "Pasalnya, pelaku pasar harus melihat terlebih dahulu, apakah daya beli masyarakat sudah mulai membaik atau tidak," ucap dia.
Oleh karena itu, Rudy lebih menyarankan investor untuk investasi jangka pendek saja. Rudy memasang target harga untuk saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) di level Rp 660, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) di Rp 750, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) Rp 850, dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) di Rp 474.
Baca Juga: IHSG turun ke 5.079 pada Jumat (17/7), menguat 0,96% dalam sepekan
Bernada serupa, Analis Ciptadana Sekuritas Yasmin Soulisa mengatakan, di tengah situasi ekonomi yang menghadapi perlambatan seperti saat ini, daya beli masyarakat menjadi faktor yang harus diperhitungkan. "Bukan hanya affordability yang penting tapi juga peningkatan purchasing power," kata Yasmin.
Apalagi, secara historis, pengaruh penurunan suku acuan terhadap peningkatan pembelian properti menggunakan hipotek atau KPR memiliki jeda enam bulan. Meskipun begitu, dia mengatakan bahwa valuasi saham-saham properti saat ini sudah tergolong murah.
Pencapaian penjualan pemasaran (marketing sales) beberapa emiten properti, seperti PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), dan SMRA pada semester 1-2020 juga ia nilai cukup baik. Ambil contoh LPKR yang mencatatkan kenaikan marketing sales 26% secara year on year (yoy) menjadi Rp 1,05 triliun pada kuartal I-2020.
Baca Juga: Selama new normal, tren pencarian tanah melesat 60%
Kemudian, berdasarkan catatan Kontan.co.id, Direktur Utama LPKR John Riady memprediksi, penjualan LPKR pada kuartal II-2020 akan meningkat 65% yoy, menjadi Rp 349 miliar dari Rp 212 miliar di kuartal dua 2019. Manajemen LPKR juga mempertahankan target marketing sales Rp 2,5 triliun sepanjang 2020 karena didukung sejumlah proyek properti anyar, yakni Cendana Homes and Waterfront.
Oleh karena itu, menurut Yasmin, investor dapat mulai mengakumulasi beli saham LPKR, ASRI, dan SMRA. Hingga akhir tahun 2020, Yasmin memasang target harga di level Rp 230 untuk LPKR, ASRI Rp 150, dan SMRA Rp 1.000 per saham.
Baca Juga: Soal transparansi properti, Indonesia duduki peringkat 40 dunia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News