kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

BI Kerek Suku Bunga Acuan, Begini Efeknya Ke Pasar Obligasi


Senin, 23 Oktober 2023 / 07:05 WIB
BI Kerek Suku Bunga Acuan, Begini Efeknya Ke Pasar Obligasi
ILUSTRASI. Pasar obligasi dalam negeri ikut terseret kebijakan BI yang mengerek suku bunga acuan


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memutuskan meningkatkan suku bunga acuan menjadi 6%. Bagaimana dampaknya terhadap pasar obligasi dalam negeri?

Chief Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Suhindarto mengatakan, kebijakan untuk menaikkan suku bunga acuan akan mempengaruhi pasar obligasi nasional, baik obligasi pemerintah maupun korporasi.

Menurutnya, naiknya suku bunga acuan ini akan mendorong yield, termasuk yield benchmark mengalami peningkatan. Lalu, pada gilirannya dapat mendorong kupon atau biaya pinjaman naik. Karenanya, kenaikan kupon akan disukai oleh investor, terutama investor-investor yang berorientasi investasi jangka panjang.

"Kupon yang lebih tinggi pada obligasi bertenor lebih panjang akan semakin memberikan keuntungan bagi investor ketika suku bunga diturunkan di kemudian hari," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (22/10).

Selain terhadap kupon, dampak kenaikan suku bunga BI diperkirakan akan semakin membuat nilai tukar menjadi lebih stabil untuk ke depannya. Hal ini dapat terjadi karena yield akan terdorong meningkat, yang berarti dari sisi harga, harga obligasi akan menjadi semakin murah.

Baca Juga: Pasar Obligasi Domestik Diproyeksi Masih Tertekan, Ini Sentimen yang Menyeretnya

Murahnya harga obligasi ini akan menarik investor, termasuk asing, untuk masuk kembali. Dengan demikian dapat menguatkan nilai tukar rupiah, sebagaimana yang diharapkan oleh BI dari diputuskannya kebijakan ini.

"Di sisi lain, naiknya suku bunga BI akan berdampak pada keengganan emiten untuk melakukan penerbitan surat utang karena biaya pinjaman yang lebih tinggi," sambungnya.

Suhindarto melihat, dengan kenaikan suku bunga acuan maka berinvestasi di obligasi pemerintah maupun obligasi korporasi masih lebih menarik dibandingkan dengan berinvestasi di pasar saham. Terlebih bagi investor yang cenderung memiliki preferensi pada tenor jangka panjang.

"Hal ini akan memberikan keuntungan tersendiri ketika di masa depan suku bunga diturunkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi," sebutnya.

Ia mengatakan, investor akan menerima selisih antara kupon dan suku bunga yang semakin melebar. Sementara itu, berinvestasi di pasar saham akan cenderung lebih kurang menarik lantaran dengan suku bunga yang semakin tinggi, hal ini berarti ekonomi akan cenderung tertahan.

"Kondisi prospek ekonomi yang tidak sebaik sebelumnya ini kemudian akan membuat kinerja perusahaan menjadi lebih tertekan dan membuat kinerja harga saham juga relatif tidak begitu baik," jelasnya.

Meski begitu, ia mengingatkan bahwa potensi kenaikan yield obligasi Indonesia bukan semata-mata hanya dari naiknya suku bunga acuan. Terdapat faktor lainnya, seperti prospek kondisi makroekonomi dan perkembangan ketidakpastian global, pergerakan yield benchmark – dalam hal ini US Treasury, arus modal asing yang keluar dan masuk, perkembangan jumlah pasokan baru, dan lain sebagainya.

Baca Juga: Cermati Saham Rekomendasi Analis Pasca BI Kerek Suku Bunga Acuan

Suhindarto memaparkan, tingkat ketidakpastian di pasar keuangan global saat ini masih tinggi akibat tensi geopolitik dunia yang meningkat. Maka, kondisi suku bunga berbagai negara maju juga masih akan dijaga tinggi untuk waktu yang lebih lama.

Lalu juga tekanan pada nilai tukar rupiah yang diproyeksikan akan mendorong yield dalam tren meningkat hingga akhir tahun.

"Meski demikian, pasokan baru yang relatif terbatas bisa menjadi faktor penahan, seiring dengan kebutuhan pembiayaan oleh pemerintah yang tidak setinggi sebelumnya karena anggaran yang masih surplus," imbuhnya.

Hingga akhir tahun, Pefindo belum membeberkan potensi nilai yield obligasi. Yang jelas, dengan berbagai sentimen tersebut, diperkirakan yield obligasi akan lebih tinggi dari saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×