Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Perseteruan Hary Tanoesudibyo dengan Siti Hardianti Rukmana terkait saham TPI rupanya berimbas negatif terhadap saham perusahaan milik Hary di bursa. Salah satu contohnya, saham PT Bhakti Investama Tbk (BHIT). Pada penutupan bursa akhir pekan lalu, harga saham BHIT terpangkas 1,57% ke level Rp 125 per saham. Bahkan harga saham ini sempat terpuruk jadi Rp 90 per saham pada 19 Juli lalu.
Akibat anjloknya harga saham tersebut, BHIT terpaksa memperpanjang jatuh tempo pelunasan obligasi konversi mereka yang mestinya jatuh tempo 23 Juli lalu. Rencananya, surat utang berjuluk Tanda Bukti Utang Konversi (TBUK) Bhakti Investama 2007 itu baru akan dibayar 23 Juli 2011.
Direktur BHIT Darma Putra mengatakan, penundaan pelunasan utang ini dilakukan karena harga saham BHIT sangat rendah. Padahal, kata dia, sebagian TBUK itu harus dikonversi di harga Rp 400 per saham.
Pernyataan Darma ini berbeda dengan penjelasan Hary, seperti dikutip KONTAN, Sabtu (24/7). Menurut Hary, sesuai dengan ketentuan yang disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebelum penerbitan TBUK tahun 2007, harga konversi TBUK ini ditetapkan Rp 1.150 per saham. Lantaran, BHIT telah menerbitkan saham bonus dengan rasio 1 saham lama mendapat 3 saham bonus, maka harga konversi itu berubah menjadi Rp 287,5 per saham.
Siapa yang benar? Entahlah. Yang jelas, dengan perpanjangan TBUK ini BHIT cukup membayar bunga TBUK 6% per tahun. "Kalau kemarin jadi jatuh tempo, kami harus melunasinya. Tapi sekarang kami cuma membayar bunganya saja," kata Darma.
Saat ini, lanjut Darma, nilai TBUK yang belum dikonversi mencapai US$ 103,74 juta. Dari jumlah itu, sekitar US$ 100 juta dikuasai Kingfisher Capital CLO Limited.
Darma bilang, permintaan perpanjangan TBUK merupakan inisiatif para pemegang obligasi. Awalnya, mereka meminta perpanjangan hingga dua tahun mengingat harga saham BHIT yang terpuruk. Tapi, setelah bernegosiasi kedua pihak sepakat dengan opsi satu tahun. "Meski telah bersepakat, kami akan tetap menggelar rapat umum pemegang obligasi (RUPO)," katanya kepada KONTAN kemarin.
Wakil Presiden Riset Valbury Asia Future Nico Omer Jonckheere menilai, perpanjangan itu menguntungkan BHIT. Soalnya, tahun ini BHIT sudah mengeluarkan banyak uang untuk ekspansi ke sektor minyak dan gas. "Belanja modal mereka tahun ini besar sekali untuk aksi korporasi. Kesepakatan itu menguntungkan BHIT," kata Nico.
Lebih lanjut Nico menilai, para pemegang TBUK enggan melakukan konversi lantaran harga saham BHIT jatuh. Apabila pemegang TBUK nekat melakukan konversi, mereka justru terancam merugi. Apalagi aksi korporasi yang dilakukan BHIT gagal mendongkrak harga sahamnya di bursa.
Nico pun menyarankan agar investor berhati-hati terhadap saham BHIT. Kecuali untuk investasi jangka pendek, ia merekomendasikan investor untuk menjauhi saham ini. "Untuk investasi jangka panjang saham in terlalu berisiko," tandasnya, kemarin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News