Reporter: Rashif Usman | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pernyataan Presiden Prabowo Subianto soal bermain saham layaknya judi telah membuka ruang diskusi yang luas.
Presiden Indonesia kedelapan itu menyinggung bahwa bermain saham bagi masyarakat kecil ibarat berjudi, karena hanya bandar yang mampu meraup untung jumbo di bursa saham.
Sorotan Kepala Negara ini mencerminkan kekhawatiran terhadap tingginya risiko dalam perdagangan saham. Sekaligus mengingatkan kembali publik tentang pentingnya membedakan antara aksi spekulasi dan investasi yang terencana di pasar modal.
Baca Juga: Saham Prabowo
Pasar saham memang dikenal sebagai salah satu instrumen investasi dengan potensi keuntungan tinggi. Namun, tanpa pemahaman yang memadai, aktivitas ini dapat berubah menjadi spekulasi berisiko terutama bagi mereka yang belum terbiasa dengan dinamika pasar.
Bagi masyarakat kecil, keterbatasan akses terhadap informasi dan minimnya literasi keuangan sering kali menjadi kendala utama. Mereka cenderung terjebak dalam keputusan emosional atau mengikuti tren pasar tanpa memahami fundamental perusahaan yang sahamnya mereka beli.
Erika, seorang pegawai swasta di Jakarta sekaligus pelaku pasar modal, tidak setuju jika investasi saham disamakan dengan perjudian. Menurutnya, investasi saham memiliki dasar yang jelas dan tidak dianggap haram.
Meskipun perjudian juga melibatkan faktor peluang, Erika menekankan bahwa saham didukung oleh pelbagai perhitungan dan prinsip keterbukaan informasi yang membuat investasi atau trading itu memiliki dasar.
"Jika pernyataan Presiden dimaksudkan sebagai peringatan, mungkin yang perlu ditekankan adalah pentingnya literasi keuangan. Saham adalah produk investasi berisiko, tidak hanya bagi masyarakat kecil tetapi juga bagi investor yang sudah berpengalaman," ujar Erika kepada Kontan, Senin (9/12).
Erika mengisahkan pengalamannya di pasar modal. Pada tahun 2018, ia sudah mengikuti sekolah pasar modal dan membuka Rekening Dana Nasabah (RDN).
Namun, saat itu ia merasa kesulitan memahami cara berinvestasi saham, ditambah dengan aplikasi trading yang dinilainya cukup rumit. Hal ini membuatnya lebih memilih berinvestasi di reksa dana atau obligasi.
Baca Juga: Presiden Prabowo Sebut Saham Seperti Judi, Begini Respons BEI
Seiring waktu, Erika mulai memahami ekonomi makro sebagai salah satu faktor fundamental yang mempengaruhi saham, serta sektor riil yang menentukan kinerja emiten.
Dengan pemahaman yang bertambah, ia pun mengalihkan sebagian portofolionya dari reksadana ke saham mulai awal tahun 2024.
Kini, Erika berinvestasi di saham sambil terus mendalami ilmu analisis fundamental dan teknikal untuk memperkuat strateginya.
Beberapa saham yang pernah ia miliki sempat ia jual saat harga menguntungkan, kemudian hasilnya dialihkan ke saham lain.
Pada September lalu, ketika IHSG melonjak tajam ke level 7.700-an, banyak saham yang ia beli pada Mei-Juni mengalami kenaikan harga sebesar 20%-30%. Namun, momen tersebut tidak dimanfaatkannya untuk mengambil keuntungan (taking profit).
Sekarang ketika IHSG masih drop, dirinya lebih memilih untuk menahan diri saja.
Kini Erika, membenamkan dana investasinya di instrumen saham senilai Rp 11 juta dengan total return minus 0,48%.
Respons lainnya datang dari Dessy, seorang pekerja di Jakarta. Ia menilai investasi saham seperti judi tergantung pada pendekatan setiap individu.
"Jika trader melakukan analisa dengan mindset, method, money management dan disiplin yang benar, maka trading saham bukanlah judi atau spekulasi," terang Dessy kepada Kontan, Senin (9/12).
Baca Juga: Prabowo Mengaku Diancam IHSG Dilemahkan Jika Jalankan Program Makan Bergizi Gratis
Dessy pun mulai menabung di awal modal pada saham ANTM dengan nominal Rp 1 juta di tahun 2019. Pilihannya kepada ANTM lantaran dirinya sedari awal juga menabung emas fisik di ANTM.
Mulai dari situ, Dessy juga mulai melirik saham-saham lainnya. Sejauh ini kalau di hitung profit/loss Rasio, ia belum pernah loss, masih profit. Keuntungan yang di dapat dari saham per tahun lebih dari 4,5% dan di atas deposito.
"Keuntungan paling besar biasanya dari saham IPO, saham-saham hasil dari scalping, dan saham-saham yang ada corporate action seperti BBCA dan BBRI waktu stock split," papar Dessy.
Karyawan swasta di Jakarta lainnya, Stefan berpandangan bahwa instrumen saham tidak murni sama dengan judi. Sebab, instrumen tersebut bisa dianalisa dan diprediksi.
Stefan pun bercerita awal mengenal saham sejak 2016 lalu. Dengan mulai modal awal Rp 10 juta, dirinya pun mulai masuk ke instrumen saham.
"Cuan lumayan lancar ya sampai Rp 38 juta ada di dalam instrumen saham," ucap Stefan kepada Kontan, Senin (9/12).
Namun, karena kondisi ekonomi yang masih dalam tahap pemulihan pasca-pandemi Covid-19, Stefan saat ini lebih memilih untuk wait and see sebelum kembali berinvestasi secara aktif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News