Reporter: Yuliana Hema | Editor: Noverius Laoli
Menurutnya walaupun penyaluran kredit mengalami perlambatan tetapi potensi permintaan kredit tetap tinggi. Apalagi OJK memproyeksikan pertumbuhan penyaluran kredit hingga tutup 2023 mencapai 11%–12%.
Untuk sektor kesehatan, Fajar menilai pertumbuhan yang dicatatkan para emiten karena efek low based di tahun lalu setelah pandemi Covid-19 mulai berangsur-angsur pulih.
Semantara untuk sektor properti, lanjut Fajar, didorong permintaan yang masih bertumbuh. Tawaran suku bunga yang menarik turut mendongkrak permintaan kredit KPR.
Nafan menambahkan selain tawaran bunga kredit, peningkatan pra-penjualan alias marketing sales para emiten juga menjadi faktor pendorong lainnya.
“Ditambah lagi, sektor properti mendapat dukungan dari pemerintah karena mempermudah warga negara asing untuk memiliki properti di Indonesia,” jelas Nafan.
Baca Juga: Cermati Saham-Saham yang Banyak Dilepas Asing Saat IHSG Tertekan pada Selasa (5/9)
Dari sektor keuangan, Nafan merekomendasikan akumulasi BBCA, BBRI dan BBNI dengan masing-masing target harga di Rp 9.450, Rp 9.300 dan Rp 5.750.
Kemudian, sektor properti dia merekomendasikan buy on weakness BSDE dengan target harga di Rp 1.185. Level support terdekat BSDE ada di Rp 1.100.
Untuk sektor kesehatan Nafan merekomendasikan beli SIDO dengan target di Rp 1.020, MIKA dengan target harga Rp 3.600 dan HEAL di level Rp 1.700.
Fajar sendiri menjagokan sektor keuangan dibandingkan dua sektor lainnya. Saham pilihannya jatuh pada pelat merah, yakni BMRI dan BBRI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News