Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Analis Phitraco Sekuritas Valdy Kurniawan menilai, psikologis investor khususnya sektor properti masih terganjal berbagai sentimen. Hal ini membuat pelaku pasar untuk berpikir dua kali untuk menanamkan dananya di sektor tersebut.
"Banyak faktor telah mempengaruhi psikologis investor, yang menyebabkan investor relatif menahan kecenderungan untuk berinvestasi di properti," kata Valdy kepada Kontan.co.id, Selasa (27/11).
Tentunya, hal tersebut berdampak terhadap kinerja keuangan perusahaan atau emiten properti, yang ikut tercermin dari pergerakan harga saham emiten sektor properti di tahun ini. Beberapa faktor tersebut yakni, pertumbuhan ekonomi Indonesia, stabilitas suku bunga dan nilai tukar, hingga kebijakan kredit properti.
"Untuk saat ini, faktor yang menjadi pertimbangan adalah pertumbuhan ekonomi yang relatif stagnan di kisaran 5% dalam beberapa periode terakhir, hingga berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap laju kenaikan harga properti," jelasnya.
Di sisi lain, pertimbangan untuk membeli properti, terutama melalui skema KPR dipengaruhi oleh tren suku bunga kredit yang cenderung naik, terutama dalam satu tahun terakhir. Tren ini diperkirakan masih akan berlanjut di 2019.
"Ini mengingat, Bank Sentral AS (The Fed) diperkirakan masih akan menaikan suku bunga acuannya sebanyak 2-4 kali di tahun depan," ungkapnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Valdy memandang saat ini nilai tukar rupiah diperkirakan telah menemukan titik keseimbangan barunya yakni di kisaran Rp 14.400. Sehingga berbagai faktor tersebut menahan konsumsi masyarakat, khususnya untuk sektor properti.
Asal tahu saja, Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) secara year to date (ytd) sektor properti, realt estate dan konstruksi surah merosot sebanyak 12,72%. Bahkan, pada perdagangan Selasa (27/11) indeks saham properti ditutup koreksi 0,40% di harga Rp 432,48 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News