kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berikut saham-saham yang diuntungkan di tengah menguatnya kurs rupiah


Rabu, 06 Januari 2021 / 21:08 WIB
Berikut saham-saham yang diuntungkan di tengah menguatnya kurs rupiah
ILUSTRASI. Pekerja membersihkan lantai di dekat layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (11/12/2020). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.


Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah di pasar spot berhasil bertengger di level Rp 13.895 per dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir perdagangan Rabu (6/1). Ini membuat rupiah menguat 0,14% dibanding penutupan hari sebelumnya yang berada di level Rp 13.915 per dolar AS.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menilai penguatan rupiah ini akan menguntungkan bagi emiten-emiten yang bisnisnya bergantung pada impor. Ia bilang, penguatan rupiah ini akan menekan sejumlah biaya bahan baku emiten tersebut menjadi lebih murah.

Adapun emiten dari sektor farmasi yang menadah untung dari perkasanya rupiah ini seperti PT Pyridam Farma Tbk (PYFA), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), dan Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF). Kemudian di sektor pakan ternak emiten-emiten yang bisa diuntungkan ada PTJapfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN).

Baca Juga: Masih diselimuti sentimen PSBB, IHSG diproyeksi melemah pada Kamis (7/1)

“Penguatan rupiah akan menekan biaya bahan bakunya menjadi lebih murah,” kata Sukarno, Rabu (6/1).

Selanjutnya, emiten dari sektor otomotif seperti Astra International Tbk. (ASII), PT Astra Otoparts Tbk (AUTO), dan PT United Tractors Tbk (UNTR) pun turut memperoleh angin segar dari melemahnya dolar AS. Sebab, bahan-bahan atau spare part-nya merupakan barang impor.

Kemudian, sambung Sukarno industri ritel seperti PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES), PT Erajaya Swasembada (ERAA), dan Mitra Adiperkasa Tbk. (MAPI) juga mengalami keuntungan karena harga jual produknya menjadi lebih fleksibel.

“Begitu juga dengan emiten konstruksi juga diuntungkan seperti PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT),” tambah Sukarno.

Yang jelas, sambungnya, di tengah penguatan nilai tukar rupiah maka kinerja dari emiten-emiten tersebut akan lebih baik dan margin keuntungannya bisa meningkat.

Baca Juga: Ditutup anjlok 1,17%, IHSG berpotensi menguat terbatas pada Kamis (6/1)

Dengan demikian, ia melihat saham-saham tersebut memiliki prospek yang lebih menarik. Terlebih untuk emiten farmasi yang juga terpapar sentimen positif dengan datangnya vaksin.

Meski begitu, Sukarno menyarankan pelaku pasar untuk tetap berhati-hati karena mayoritas harganya sudah naik signifikan, namun tidak menutup kemungkinan untuk bisa kembali menguat.

Sukarno memberikan rekomendasi trading buy untuk saham-saham tersebut. Pelaku pasar bisa memperhatikan sinyal teknikal untuk kembali masuk di saham-saham tersebut.

“Terutama saham konstruksi sudah menunjukkan sinyal buy kembali dan dalam tren kenaikan. Sovereign wealth fund (SWF) menjadi sentimen tambahan untuk sektor konstruksi,” ujarnya.

Sedangkan, emiten yang tidak diuntungkan dengan penguatan rupiah yaitu emiten yang berorientasi pada ekspor seperti emiten garmen. Misalnya saja PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), Pan Brothers Tbk (PBRX), PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL), dan PT Ever Shine Tex Tbk (ESTI). Sukarno menambahkan, meski tak diuntungkan dengan menguatnya rupiah, akan tetapi saham-saham ini memiliki prospek yang cukup baik.

Baca Juga: Bursa Asia drop, IHSG memimpin penurunan dipicu pembatasan Jawa-Bali

Di lain sisi, Analis Philip Sekuritas Indonesia Anugerah Zamzami Nasr mengungkapkan penguatan rupiah akan memberikan dampak positif bagi beberapa sektor tertentu apabila terjadi secara terus-menerus.

“Jika penguatan berlanjut, maka dampak positif bisa menuju sektor yang banyak impor bahan baku, sehingga mereka beli bahan baku lebih murah. Dan emiten yang punya banyak utang denominasi USD, sehingga mereka bayar utang dengan lebih murah,” jelas Zamzami.

Ia menambahkan, emiten yang banyak melakukan impor bahan baku seperti sektor farmasi, otomotif KLBF dan ASII. Sementara emiten yang banyak utang USD yakni dari sektor properti seperti LPKR, ASRI, dan PWON.

Selanjutnya: Pemerintah resmi perketat PSBB, bagaimana dampaknya bagi IHSG ke depan?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×