Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich menilai bahwa kinerja industri reksa dana sangat tangguh di tahun ini. Mengenai imbal hasilnya, Farash mengatakan pasar uang tetap positif namun menurun seiring penurunan suku bunga dan likuiditas yang tinggi di pasar uang.
Kemudian untuk kinerja reksadana pendapatan tetap juga sangat baik karena didorong oleh rendahnya inflasi, burden sharing oleh BI dan realokasi investasi oleh bank ke obligasi dari kredit. Ditambah pada November 2020 terjadi inflow asing ke pasar obligasi.
Proyeksi di tahun depan
Di tahun depan, Reza melihat ada gambaran peluang sangat besar di instrumen reksadana karena semakin banyaknya produk reksadana dan jenis reksadana, maka akan menjadi pilihan yang sangat variatif untuk para investor menyesuaikan dengan kebutuhan dan risk profilenya.
Reza memaparkan bahwa pada akhir Juni 2020, tercatat jumlah investor reksadana meningkat menjadi 2,19 juta atau naik kurang lebih 23% dari 2019.
Di sisi lain, Reza melihat market share capital market terutama reksadana masih sangatlah kecil kalau dibandingkan produk perbankan. Rinciannya, sekitar Rp 480 triliun per Juni 2020 dibandingkan dengan produk perbankan yang di atas Rp 10.000 triliun. Hal ini diakui Reza reksadana masih punya peluang yang besar.
"Di tahun depan, tentu tantangannya masih masalah sosialisasi dan kepercayaan investor, dikaitkan dengan kejadian buruk yang bertubi tubi di dunia reksadana," jelasnya.
Reza melihat pada tahun depan jenis reksadana yang paling menarik adalah reksadana terproteksi, reksadana pasar uang, dan tentu saja reksadana saham. Reza mencermati reksadana saham yang aktif menilai constituent elements alpha seeker dari saham-saham yang undervalue.
Jika Reza memproyeksikan dari segi potensi industri reksadana secara umum, Wawan Hendrayana lebih menyoroti kinerja tiap-tiap jenis reksadana di tahun depan.
Wawan memproyeksikan reksadana pendapatan tetap diproyeksikan akan tumbuh di kisaran 6%-7% karena diramalkan akan ada penurunan suku bunga sekali lagi di tahun depan. Memang, kinerja pendapatan tetap tidak akan semoncer tahun ini karena penurunan suku bunga tidak turun sebanyak tahun ini.
Kemudian, reksadana saham diproyeksikan Wawan akan lebih baik dari tahun ini atau bisa saja naik hingga 10% sedangkan untuk reksadana campuran akan tumbuh 8% dan reksadana pasar uang sekitar 3,5%-4% di tahun depan.
Baca Juga: Porsi kepemilikan asing di SBN berpotensi naik menjadi lebih dari 30%
Sedangkan Farash melihat potensi imbal hasil di tahun depan berkaca pada tahun ini. Dia menilai valuasi yang paling menarik adalah reksadana saham. Sementara untuk reksadana pendapatan tetap masih berpotensi memiliki kinerja positif namun kinerja tersebut mayoritas akan dikontribusikan dari kupon sementara capital gain relatif terbatas. Lantas untuk pasar uang juga diperkirakan masih positif namun imbal hasilnya tidak naik.
Di 2021, Farash mengatakan bila pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19 berlanjut membaik, maka pertumbuhan laba emiten juga akan membaik sehingga kinerja reksadana saham akan lebih optimal.
Sedangkan, Direktur Panin Asset Management, Rudiyanto memproyeksikan di tahun depan dengan melihat dengan IHSG yang diperkirakan nilai wajarnya di level antara 6.300 - 6.500 bisa membuat kinerja reksadana saham diharapkan positif tahun depan.
Lantas untuk yield wajar obligasi diperkirakan antara 5,8%- 6% di mana saat ini masih di sekitar 6,1%- 6,2% sehingga masih bisa turun. Rudiyanto melihat masih ada peluang kenaikan harga obligasi, meskipun peresentasenya sudah tidak besar. Oleh karenanya di 2021, Rudiyanto mengatakan kinerja obligasi akan lebih banyak tergantung pada kupon dibandingkan kenaikan harga sehingga imbal hasil juga akan turun dibandingkan tahun 2020.
Sedangkan untuk reksadana pasar uang dipastikan akan turun jika dibandingkan 2020 karena suku bunga deposito juga mengalami penurunan yang signifikan seiring dengan penurunan BI Rate. "Tapi untuk tujuan dana darurat dan dana sementara masih tetap bisa," kata Rudiyanto.