Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Test Test
JAKARTA. Rapor PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) pada tahun lalu penuh dengan angka merah. Namun, kinerja perusahaan perkebunan ini masih mampu melampaui perkiraan para analis.
Sepanjang 2009, pendapatan LSIP mencapai Rp 3,19 triliun atau anjlok 16,8% dari tahun sebelumnya. Laba bersih LSIP otomatis turut merunduk menjadi Rp 707,5 miliar atau tergerus 23,7% dari 2008.
Presiden Direktur LSIP Benny Tjoeng mengungkapkan, prestasi buruk LSIP ini karena berbagai faktor. Salah satunya adalah harga minyak sawit mentah (CPO) dan inti kelapa sawit (kernel) yang menurun. Begitu pula dengan harga karet. Pendapatan LSIP semakin tertekan dengan volume penjualan bibit kelapa sawit SumBio yang seret.
Usaha LSIP memperbesar angka penjualan dengan meningkatkan volume penjualan ternyata belum berhasil. Padahal, produksi CPO sudah meningkat sebesar 10,5% menjadi 377.500 ton. "Produksi tandan buah segar inti mengalami peningkatan dari hasil produktivitas dan penambahan areal yang menghasilkan," ujar Benny.
Peningkatan produktivitas minyak kelapa sawit ini hanya mampu menaikkan volume penjualan LSIP sebesar 7,3%. Sebagai catatan, penjualan produk kelapa sawit ini menyumbang 85% dari total pendapatan LSIP. Sisanya berasal dari penjualan karet, kakao, teh dan kelapa.
Semakin cerah
Kendati menurun, kinerja 2009 LSIP masih mampu melebihi perkiraan para analis. Semula, para analis memperkirakan laba bersih LSIP pada 2009 sebesar Rp 659,87 miliar. Namun, kenyataannya, laba bersih LSIP melejit hingga Rp 707,5 miliar atau 7% di atas konsensus analis.
Analis AAA Sekuritas Herman Koeswanto mengatakan, laba bersih LSIP tertolong oleh menurunnya beban usaha. Yaitu, hampir 32% menjadi Rp 371,84 miliar. Bandingkan dengan kondisi tahun sebelumnya, beban usahanya mencapai Rp 546,35 miliar. Anjloknya beban usaha ini karena penurunan bea keluar. Maklum, tahun lalu LSIP lebih banyak menjual ke pasar lokal ketimbang ekspor. "Kontribusi ekspor turun menjadi 22,6% dari semula 41,7%," kata Herman. Total penjualan ke pasar lokal sebanyak 247.426 ton. Sisanya, diekspor LSIP ke perusahaan di luar negeri.
Analis E-Trading Securities Isfhan Helmy Arsad juga mengakui jika penjualan tahun lalu LSIP jauh di atas perkiraannya. "Untuk penjualan CPO saya memperkirakan hanya sekitar 370.000 ton saja," ujarnya.
Dengan pencapaian ini, para analis optimistis kinerja LSIP akan semakin membaik seiring dengan proyeksi kenaikan harga jual CPO dan peningkatan produksi pada tahun ini. Isfhan memperkirakan, rata-rata harga jual CPO akan mencapai US$ 850 per ton. Sementara, produksi LSIP diperkirakan mencapai 410.000 ton tahun ini.
Jika prediksi ini tepat, para analis meramalkan pendapatan dan laba bersih LSIP akan melonjak. Herman memprediksi, pendapatan LSIP bakal mencapai Rp 3,47 triliun dengan laba bersih sebesar Rp 857,7 miliar. Sedangkan, Isfhan memproyeksikan penjualan LSIP akan tumbuh hingga Rp 3,5 triliun dengan laba bersih mencapai Rp 950 miliar. Karena itu, Isfhan merekomendasikan investor untuk membeli saham LSIP dengan target harga sebesar Rp 12.000 per saham. Herman juga memberikan rekomendasi yang sama dengan target harga sebesar Rp 9.700 per saham.
Analis Bahana Securities Alfi Fadhliyah juga segendang sepenarian. Dia beralasan, pohon kelapa sawit LSIP sudah siap panen dan perusahaan memiliki dana kas yang cukup besar. Total kas dan setara kas LSIP saat ini mencapai Rp 682,25 miliar. Selain itu, dia menilai harga saham LSIP saat ini masih murah.
Alfi merekomendasikan investor membeli saham LSIP dengan target harga Rp 10.000 per saham. Pada perdagangan saham Senin (15/3) lalu, harga saham LSIP berada di posisi Rp 9.200 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News