Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) membuat pasar obligasi akan semakin ramai di semester II-2017. Hal ini akan menambah ketat persaingan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun emiten memperebutkan dana saat penerbitan surat utang.
Anil Kumar Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia mengatakan, fenomena ramainya penerbitan obligasi diakibatkan rendahnya suku bunga. Hal ini tentu dimanfaatkan institusi perbankan maupun multifinance untuk mendapat dana tambahan dari obligasi.
Seperti, PT Bank Maybank Indoensia Tbk (BNII) menerbitkan Sukuk Mudharabah Berkelanjutan II Bank Maybank Indonesia Tahap I Tahun 2017 senilai Rp 500 miliar pada 3 Juli silam. Ditanggal yang sama, PT Chandra Sakti Utama (CSUL) merilis Obligasi I CSUL Finance Tahun 2017 senilai Rp 500 miliar.
Namun, dari kedua obligasi yang berasal dari sektor keuangan ini tidak berhasil merealisasikan dana sesuai target awal. BNII hanya merealisasikan dana sebesar Rp 266 miliar, sedangkan CSUL merealisasikan dana sebesar Rp 325 miliar.
Ariawan, Analis Obligasi BNI Sekuritas mengatakan, realisasi dana yang tidak sesuai target awal dialami obligasi sektor keuangan karena outstanding obligasi dari sektor keuangan sudah cukup banyak di pasar. "Outsanding perbankan sekitar 28%, sementara multifinance sekitar 18% dari total obligasi korporasi," kata Ariawan.
Pada investor yang portofolio pada sektor perbankannya sudah terpenuhi maka akan memilih obligasi pada sektor lain. "Tidak tercapainya target awal lebih karena pilihan investor saja," kata Ariawan.
Selain itu, di satu sisi, persaingan di sektor keuangan menjadi lebih ketat lantaran banyak obligasi dari sektor keuangan yang menawarkan kupon tinggi guna menarik investor. Lihat saja, obligasi BNII menawarkan kupon berkisar 8%-8,65% dengan jangka waktu berkisar lima hingga 10 tahun dan mendapat rating idAAAsy.
Sementara, CSUL menawarkan kupon berkisar 9,25%-10,75% dengan jangka waktu berkisar 370 hari hingga 3 tahun dan menyabet rating single A.
Desmon Silitonga, Fund Manager Capital Asset Management mengatakan, dampak persaingan akan terasa sekali pada obligasi korporasi. Persaingan tinggi akan membawa obligasi korporasi pada dua pilihan, yaitu menaikkan kupon atau mengurangi besaran penawaran. "Dalam setahun ini rating yang bagus itu tripple A dengan kupon berkisar 8%-9%," kata Desmon.
Kata Anil, imbal hasil obligasi korporasi harus dinaikkan supaya meraup dana sesuai target.
Desmon menilai prospek obligasi dari perbankan masih bagus dan tidak ada masalah dalam permintaan investor. Lagi pula instrumen investasi di saham sedang fluktuatif dan tingkat suku bunga deposito turun. Banjir surat utang tentu menyebabkan persaiangan, akan tetapi investor memiliki perhitungan porsi tersendiri untuk melengkapi portofolio investasinya dari berbagai sektor.
Di sisi lain, dampak banjirnya surat hutang imbas defisit APBN yang melebar tidak akan menggerus obligasi korporasi. "Ke depan tidak akan saling bersingungan antara SBN dan korporasi," kata Ariawan. Hal ini didukung dengan kewajiban Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) berinvestasi pada obligasi korporasi terutama milik BUMN di sektor infrastruktur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News