kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Berburu saham-saham yang berpotensi jadi multibagger, begini saran analis


Senin, 27 September 2021 / 19:04 WIB
Berburu saham-saham yang berpotensi jadi multibagger, begini saran analis
ILUSTRASI. Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/9/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.


Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah saham memberikan return yang sangat fantastis dari awal tahun hingga saat ini. Misalnya ada saham PT Telefast Indonesia Tbk (TFAS) yang sudah melejit 2.844,44% secara ytd, disusul oleh saham PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) yang melonjak sebesar 1.692% ytd, dan saham PT Digital Mediatama Maxima Tbk (DMMX) yang naik hingga 1.048% ytd.

Sering kali saham-saham dengan kenaikan yang tinggi hingga melebihi 100% itu disebut dengan saham multibagger. Berbicara terkait saham multibagger, seperti apa kriteria sahamnya?

Analis Philip Sekuritas Michael Filbery menjelaskan, saham multibagger merupakan saham-saham yang memiliki faktor fundamental dan pertumbuhan kuat. Selain itu, harga yang lebih murah dibandingkan nilai wajarnya, dan menawarkan return yang berkali-kali lipat.

“Ini berbeda dengan saham saham gorengan, yang memiliki tingkat volatilitas yang sangat tinggi namun tidak didukung dengan kondisi fundamental yang baik, sehingga tentunya memiliki barrier risiko yang sangat tinggi,” ujar Michael, Senin (27/9).

Baca Juga: Emiten-emiten ini punya ROE tinggi, mana yang layak dicermati?

Hal senada juga disampaikan oleh Hendra Martono Liem, CEO dan Founder ARA Hunter dalam acara Indonesia Financial Expo & Forum 2021 (IFEF 2021). Ia memaparkan bahwa saham multibagger setidaknya memberikan keuntungan sebesar 10 kali lipat. Selain dari harga sahamnya, pelaku pasar juga harus mencermati dari sisi fundamental.

Hendra menambahkan, saham-saham multibagger ini memiliki valuasi yang lebih rendah ketimbang industri sejenisnya.

Michael mencermati, ada sejumlah saham yang berpotensi menjadi saham multibagger. Dari sektor perbankan, ia melihat ada saham BBNI, BMRI, BNGA, dan BDMN. Kemudian dari industri minyak dan gas ada saham PGAS, ELSA, MEDC, AGII, dari sektor pertambangan batubara ada PTBA, ADRO, ITMG, dan dari sektor teknologi ada saham BUKA.

Menurutnya, saham-saham tersebut memiliki kinerja historical yang cukup positif dan didukung dengan potensi pertumbuhan yang masih luas. Kondisi pandemi Covid-19 membuat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cukup tertekan telah membawa saham-saham itu terkoreksi. Bahkan, saham-saham tersebut kini berada di bawah dari nilai wajarnya.

Dengan valuasi yang sudah cukup murah, Michael melihat, saham-saham tersebut berpotensi memberikan return yang cukup besar ke depannya.

Untuk investor yang memburu saham-saham multibagger, ia menyarankan untuk buy and hold saham-saham tersebut seiring dengan pertumbuhan kinerja emiten. “Strategi ini tentunya berbeda dari cara bermain pada saham-saham gorengan, yang mana kenaikannya terkadang drastis tapi tidak mencerminkan value dari emitennya,” tambahnya.

Baca Juga: Pusat perbelanjaan mulai ramai, ini emiten yang paling diuntungkan versi Mirae Asset

Sedangkan untuk saham-saham dengan kenaikan harga hingga ribuan persen, menurut Michael, saham-saham tersebut belum layak dilabeli sebagai saham multibagger karena rata-rata sudah memiliki harga yang jauh lebih mahal dibandingkan value-nya.

Adapun beberapa saham yang mengalami kenaikan tertinggi hingga ada yang mencapai ribuan persen seperti TFAS, BBHI, DMMX, TECH, BABP, ABBA, PEGE, dan MPPA.

“Saham-saham teknologi tersebut menurut saya masih kurang menarik. Sebab secara bisnisnya rata-rata belum memiliki dukungan ekosistem bisnis digital yang kuat,” pungkas Michael.

 

Selanjutnya: Kemenkeu akan umumkan kenaikan tarif cukai rokok, simak rekomendasi analis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×