Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) memperkirakan, krisis yang menerpa pasar modal dalam negeri beberapa waktu belakangan ini tidak akan lama. BEI menilai kondisi saat ini tidak seperti yang terjadi pada 1998 dan 2008 lalu.
"Tidak akan lama, karena krisis kali ini made in China," ujar Tito Sulistio, Direktur Utama BEI, Kamis (27/8).
Sebenarnya, ada beberapa isu yang menjadi sentimen negatif bursa domestik dan negara-negara lainnya. Isu itu antara lain adanya spekulasi atas kenaikan suku bunga acuan The Fed, tren penurunan harga minyak dunia ditambah berita buruk dari negeri tirai bambu, China.
Tiongkok mengalami perlambatan ekonomi. Otoritas moneter China kemudian melakukan devaluasi mata uangnya.
Hal ini membuat barang-barang ekspor mereka lebih murah di seluruh pasar. Namun, Tito memperkirakan, terbakarnya indeks tidak akan bertahan lama. Sebagai kilas balik, pada 1998 krisis berlangsung selama dua tahun. Pada 2008 sekitar enam bulan.
Ia menegaskan, fundamental emiten-emiten Indonesia cukup kuat. Hal ini terbukti dari pencapaian kinerja di semester pertama 2015. Samsul Hidayat, Direktur Penilaian Perusahaan BEI menambahkan, dari 444 emiten yang sudah menyampaikan laporan keuangan Juni 2015, sebanyak 328 atau 73% diantaranya membukukan laba.
Rata-rata pertumbuhan laba mencapai 63,9% dan terbagi dalam sembilan sektor. Diantaranya, consumer goods, keuangan, properti, dan infrastruktur. Bahkan, sektor agrikultur dan pertambangan yang sedang keok tidak serta membuat seluruh emiten di dua sektor itu terpuruk.
"Di sektor agri itu sekitar 68% mencatatkan laba dan di pertambangan sekitar 58% nya untung," tutur Samsul. Hari ini, IHSG ditutup menguat 4,55% ke level 4.430.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News