Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%. Industri properti dinilai menjadi sektor yang rentan terimbas kenaikan suku bunga. Lalu bagaimana emiten properti menyikapinya?
Direktur PT Ciputra Development Tbk (CTRA) Tulus Santoso mengamini bahwa kenaikan suku bunga menjadi momok bagi bisnis properti, lantaran bisa terkena imbas di dua sisi. Dari sisi produsen ada beban di bunga pinjaman, sedangkan dari sisi konsumen terdampak bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Meski begitu, Tulus menilai kenaikan suku bunga acuan BI di level 0,25% masih sesuai dengan ekspektasi pasar, sehingga dampaknya masih bisa dikelola.
"Kenaikan 0,25% masih manageable, semestinya masih terkendali," kata Tulus kepada Kontan.co.id, Selasa (23/8).
Sementara itu, Direktur CTRA Harun Hajadi menambahkan, dampak dari kenaikan suku bunga acuan 25 bps ini masih belum signifikan. Dengan harapan, perbankan tidak menaikkan KPR secara agresif.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Ciputra Development (CTRA) yang Punya Kinerja Mumpuni
Harun pun menyoroti bahwa tantangan sektor properti tahun ini datang dari laju inflasi yang bisa mendorong kenaikan suku bunga serta bahan-bahan bangunan. Namun, dia optimistis laju inflasi masih bisa terkontrol.
Sehingga, dia memperkirakan laju tinggi inflasi dan kenaikan suku bunga hanya berlangsung hingga akhir tahun ini, atau pada kuartal pertama 2023.
"Karena inflasi lebih banyak disebabkan supply factor, belum ke demand factor. Maka kenaikan suku bunga sifatnya temporer," terang Harun.
Untuk menjaga kinerja di sisa tahun ini, Tulus membeberkan bahwa CTRA akan meneruskan proyek berjalan sembari meluncurkan klaster-klaster baru. CTRA juga menunggu peluang yang ditawarkan pemerintah di Ibu Kota Negara (IKN) baru.
Di samping itu, CTRA fokus menggenjot segmen pendapatan berulang dari operasional mall dan hotel, yang diharapkan bisa pulih lebih cepat pasca pandemi.
Harun menambahkan, CTRA belum merevisi target yang dicanangkan pada awal tahun. Peluang untuk menjaga pertumbuhan kinerja masih bisa didapat lewat beragam proyek yang tersebar di lebih dari 20 kota di Indonesia.
"Semuanya berkontribusi dalam jumlah yang berbeda-beda tergantung kota dan jenis proyeknya. IKN, masih melihat-lihat opportunity apa saja yang bisa kami jajaki," ujar Harun.
Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk (DILD) Theresia Rustandi juga mengamini kenaikan suku bunga punya pengaruhnya terhadap sektor properti. Hanya saja, sejauh ini pihaknya belum bisa menggambarkan seberapa besar kontraksi yang akan terjadi.
Manajemen DILD berharap pasar mampu melakukan penyesuaian dan beradaptasi. "Semoga tidak berdampak besar terhadap daya beli dan minat beli properti masyarakat," kata Theresia saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (24/8).
Dia memastikan, target dan proyeksi kinerja DILD masih sesuai dengan estimasi di awal tahun, dengan target marketing sales senilai Rp 2,4 triliun. DILD pun akan berhati-hati melakukan pengelolaan keuangan dan investasi.
Fokus DILD di tahun ini masih pada pengembangan proyek-proyek yang sedang berjalan, sembari meningkatkan penjualan khususnya dari unit-unit inventori. "Pengembangan proyek baru, terutama highrise development, untuk sementara kami pelajari dulu perkembangan situasi sampai menjadi lebih baik," terang Theresia.
Baca Juga: Intiland Development (DILD) Perkuat Bisnis Kawasan Industri di Batang Jawa Tengah
Dihubungi terpisah, Direktur PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) Olivia Surodjo mengungkapkan kenaikan suku bunga akan berdampak pada bunga KPR. Namun, untuk posisi kenaikan saat ini Olivia memperkirakan dampaknya tidak akan terlalu signifikan, sehingga masih dapat diterima oleh konsumen.
Adapun pasar MTLA sebagian besar berasal dari karyawan, end user atau first home buyer yang menggunakan fasilitas KPR. Kenaikan suku bunga dampaknya bisa terasa pada cicilan bulanan.
"Untuk tipikal konsumen pada segmen market tersebut dapat diantisipasi, sepanjang cicilan masih dapat diakomodir dengan penghasilan bulanan. Selama kenaikan tidak bombastis, tidak terlalu berdampak signifikan," terang Olivia.
MTLA belum mengubah target yang telah ditetapkan di awal tahun. MTLA masih membidik marketing sales di angka Rp 1,8 triliun yang terdiri dari pre-sales dan pendapatan berulang (recurring income). Di tengah tantangan makro ekonomi saat ini, MTLA menggelar beberapa strategi.
Di antaranya mengembangkan produk perumahan dengan ukuran bangunan yang lebih dapat terserap pasar seperti kluster Lisse di Metland Cibitung dengan ukuran mulai LB30/LT60m2 dan The Emerald di Metland Tambun dengan ukuran mulai LB35/LT72m2.
Kemudian untuk menggenjot recurring income, MTLA pun terus menghadirkan tenant-tenant baru. MTLA juga telah membuka wahana rekreasi Waterplay di Grand Metropolitan dan Waterland Cibitung.
"Untuk menggenjot recurring income dari perhotelan, kami juga siapkan program-program menarik untuk hotel-hotel kami," tandas Olivia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News