kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Begini Strategi AALI Hadapi Sejumlah Tantangan di Tahun 2024


Rabu, 18 September 2024 / 16:51 WIB
Begini Strategi AALI Hadapi Sejumlah Tantangan di Tahun 2024
Paparan PT Astra Agro Lestari Tbk dalam Astra Media Day.


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) membeberkan sejumlah strategi dalam menghadapi tantangan industri sawit di tahun 2024.

Pertama, terkait La Nina. AALI saat ini tengah berfokus dalam melakukan penanaman kembali alias replanting sejumlah tanaman sawit yang usianya sudah lewat masa produktif.

Vice President Investor Relation & Public Affairs AALI, Fenny Sofyan mengatakan, perseroan sendiri menargetkan replanting seluas 4.000 - 5.000 hektare setiap tahunnya. Per Juli 2024, AALI baru melakukan replanting untuk sekitar 3.000 hektare.

“Namun, per Juli 2024 ini jumlah replanting memang lebih tinggi 38% dari tahun lalu,” ujarnya saat ditemui Kontan di Menara Astra, Rabu (18/9).

Baca Juga: Astra Agro Lestari (AALI) Akan Bagikan Dividen Interim Tahun 2024, Berapa Besarnya?

Jumlah lahan AALI yang dilakukan replanting diperkirakan masih akan naik hingga 4.000 hektare di akhir tahun 2024. Namun, perseroan juga masih menunggu kondisi cuaca di sisa tahun ini, khususnya cuaca akibat La Nina.

“Kalau curah hujannya tinggi, lahan yang di-replanting kemungkinan tidak terlalu banyak karena akan terkendala,” paparnya.

Selain itu, AALI juga menjaga jumlah tanaman sawit yang menghasilkan, sehingga proses replanting tidak mengganggu produksi perseroan secara keseluruhan.

Fenny menuturkan, AALI melakukan inovasi bibit yang digunakan dalam proses replanting di tahun ini. Bibit hasil inovasi perseroan diharapkan bisa memberikan produktivitas yang jauh lebih besar pada lima tahun pascapenanaman.

Di sisi lain, AALI juga menghasilkan inovasi pupuk Astemic yang diklaim bisa menurunkan biaya pemupukan sekitar 25%-28%.

“Kegiatan replanting tidak seluruhnya menggunakan bibit baru ini. Masih sekitar 50% yang pakai bibit ini,” tuturnya.

 

Kedua, terkait pembatasan impor oleh beberapa negara. Misalnya, kebijakan larangan impor komoditas yang terkait dengan deforestasi oleh Uni Eropa (UE) dan India yang tengah mempertimbangkan kenaikan pajak impor minyak nabati.

Asal tahu saja, Asosiasi Minyak Sawit Indonesia mengingatkan akan adanya gangguan rantai pasokan global jika UE melanjutkan larangan impor komoditas yang terkait dengan deforestasi tahun ini. UU Deforestasi UE (EUDR) sendiri akan berlaku pada 30 Desember 2024 mendatang.

Selain itu, melansir laporan Reuters pada Minggu (1/9) lalu, India tengah mempertimbangkan kenaikan pajak impor minyak nabati untuk melindungi petani lokal yang tertekan oleh harga minyak biji-bijian yang lebih rendah. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi permintaan dan pembelian minyak kelapa sawit, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari dari luar negeri.

Fenny mengatakan, ekspor AALI saat ini dilakukan lebih banyak ke India dan China. Sementara, AALI tidak melakukan ekspor secara langsung ke pasar EU. Ekspor ke pasar EU dilakukan oleh pihak ketiga yang membeli produk sawit AALI.

“Penjualan CPO ke India banyaknya dan produk turunan sawitnya itu ke China. Sementara, kalau ke UE, ada indirect buyer. Jadi, harus kami telusuri dahulu seperti apa ketentuan dan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk masuk pasar UE,” paparnya.

Di sisi lain, AALI sendiri menerapkan strategi penjualan oportunistik. Jika tuntutan standarisasi dari UE atas produk yang dimiliki AALI ternyata terpenuhi, perseroan tentu akan menggali potensi tersebut lebih dalam.

Namun, tanpa adanya standarisasi dari EUDR prinsip keberlanjutan akan tetap dijalankan oleh AALI ke depan. Hal ini termasuk tidak dilakukannya pembukaan lahan baru sejak tahun 2015. 

Baca Juga: Fokus Replanting, Astra Agro (AALI) Serap Capex Rp 379 Miliar Hingga Juni 2024

“Memang komitmen kami tidak akan buka lahan baru,” paparnya.

Selain itu, petani yang menyalurkan hasil panen ke AALI juga sudah 100% terlacak. Hal ini terkait dengan standar traceability produksi sawit dari EUDR.

Ketiga, terkait kebijakan biodiesel 40% alias B40 yang akan dicanangkan pemerintah. Asal tahu saja, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, program mandatori biodiesel B40 atau bauran solar dengan 40% bahan bakar nabati (BNN) berbasis minyak sawit akan dirilis awal tahun depan. 

Pada tahun 2025, penerapan biodiesel B40 akan dilakukan sebagai kelanjutan B35 yang sudah berlaku tahun sebelumnya. 

Fenny menuturkan, AALI sendiri tak memproduksi langsung produk sawit menjadi biodiesel. Tetapi, AALI mendukung program ini karena berkait dengan prinsip berkelanjutan yang dijalankan oleh perseroan.

“Namun, kebijakan hilir ini harus didukung dengan pembenahan di hulu. Sehingga, produktivitas dari petani bisa memenuhi kebutuhan itu,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×