Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dinilai akan stagnan di kuartal III 2024 akibat masih jenuhnya pasar semen domestik.
Meskipun begitu, INTP masih optimistis dengan adanya potensi penurunan suku bunga The Fed di bulan September 2024 ini.
Corporate Secretary Indocement Tunggal Prakarsa Dani Handajani mengatakan, INTP menyambut baik bila kebijakan penurunan suku bunga The Fed yang kemudian bisa mulai dilakukan oleh Bank Indonesia (BI)
Penurunan suku bunga BI akan membuka peluang penurunan bunga KPR dan juga bunga deposito bank.
“Sehingga, hal ini akan mendorong investasi di real sector, seperti di sektor properti yang akan menjadi pendorong permintaan semen,” ujarnya kepada Kontan, Sabtu (9/9).
Di sisi lain, INTP juga berharap agar pemerintah baru bisa meneruskan program insentif pajak pertambahan nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor properti.
Baca Juga: Indocement (INTP) Lirik Peluang dari Potensi Penurunan Suku Bunga The Fed
Hal ini terkait permintaan semen untuk pembangunan properti yang mendominasi permintaan industri semen Tanah Air.
Pemerintah sendiri memutuskan untuk memperpanjang pemberian insentif PPN DTP 100% untuk sektor perumahan hingga Desember 2024.
Sebelumnya, untuk penyerahan mulai 1 Juli hingga 31 Desember 2024, PPN DTP diberikan sebesar 50% PPN yang terutang dari dasar pengenaan pajak (DPP) sampai dengan Rp 2 miliar dengan harga jual paling banyak Rp 5 miliar.
Namun, seiring dengan pernyataan yang disampaikan Airlangga, maka hingga Desember 2024 PPN DTP yang diberikan diperpanjang hingga 100% seperti pada periode Januari hingga Juni 2024 lalu.
“Insentif ini bisa mendorong penjualan hunian baru,” paparnya.
Head of Investment Nawasena Abhipraya Investama Kiswoyo Adi Joe melihat, kinerja INTP masih berat di tengah lesunya permintaan pasar semen domestik.
Per semester I, INTP membukukan pendapatan neto sebesar Rp 8,12 triliun pada semester I-2024. Hasil ini tumbuh 1,88% year on year (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp 7,97 triliun.
INTP turut mengalami kenaikan beban pokok pendapatan sebesar 5,23% yoy menjadi Rp 5,83 triliun pada semester I-2024, dari sebelumnya yakni Rp 5,54 triliun.
Beban usaha INTP juga meningkat 8,81% yoy menjadi Rp 1,73 triliun pada semester I-2024, dari sebelumnya senilai Rp 1,59 triliun.
Hingga akhir semester I-2024, INTP mengantongi laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 434,71 miliar. Angka ini turun 37,76% yoy dibandingkan laba bersih perusahaan pada semester I-2023 yakni Rp 698,43 miliar.
“Kenaikan beban pokok pendapatan itu karena ada kenaikan harga batubara di periode tersebut,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (12/9).
Di kuartal III, kinerja INTP dinilai masih berat lantaran permintaan di pasar semen domestik masih lesu. Permintaan semen INTP masih besar dari pasar ritel, khususnya dari pembangunan properti.
Baca Juga: Indocement (INTP) Pacu Penjualan Semen Curah
Saat ini, pasar properti masih lesu, lantaran daya beli masyarakat untuk aset hunian masih belum tinggi.
“Kalau dari industri konstruksi itu permintaannya kurang besar. Karena, dalam pembangunan konstruksi itu penggunaan semennya tidak terlalu banyak,” paparnya.
Lesunya permintaan semen ini tak hanya terjadi di pasar domestik, tetapi juga pasar global. Alhasil, meskipun INTP gencar melakukan ekspor, dampaknya tidak akan terlalu besar untuk mengerek kinerja penjualan secara keseluruhan.
“Negara yang melakukan banyak pembangunan itu biasanya yang memiliki jumlah penduduk yang besar, seperti China. Namun, permintaan impor semen dari sana juga masih kecil lantaran masih oversupply juga di pasar domestik mereka,” ungkapnya.
Terkait penurunan suku bunga bank sentral di akhir tahun 2024, dampaknya juga belum akan bisa mengerek kinerja INTP di tahun ini. Sebab, penurunan suku bunga biasanya akan mempengaruhi pasar keuangan dulu, baru kemudian efeknya berdampak ke sektor lain.
“Dampaknya belum akan terbukukan di kinerja INTP tahun ini,” paparnya.
Sebagai catatan, saham INTP sudah turun 28,19% secara year to date (YTD) dengan rasio price to book value (PBV) 1,19 kali dan debt to equity ratio (DER) 33,35%.
Kiswoyo merekomendasikan buy on weakness untuk INTP dengan target harga Rp 7.500 per saham.
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto melihat, kinerja INTP sepanjang semester pertama 2024 memang cukup mengecewakan jika dilihat dari sisi profitabilitas.