Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sepanjang tahun 2021 silam cukup mentereng. Tercatat, pada kuartal IV-2021, emiten bank ini sukses catat laba bersih sebesar Rp 8,2 triliun. Dengan demikian, laba bersih BBCA di sepanjang 2021 menjadi Rp 31,4 triliun atau naik 15,8% secara year on year (yoy).
Head of Research Panin Sekuritas Nico Laurens mengatakan, perolehan BBCA tersebut sudah inline karena memenuhi 99,6% proyeksinya dan memenuhi 102% proyeksi konsensus. Kendati begitu, pertumbuhan laba bersih tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan peers.
Menurutnya, hal ini lebih disebabkan oleh kualitas kredit yang terjaga di tahun lalu, sehingga beban provisi relatif terjaga. Secara umum, dia masih memandang positif kinerja BBCA pada tahun lalu.
Dia menyebut, positifnya kinerja BBCA didorong oleh pertumbuhan kredit yang lebih baik dari estimasi, Loan to Deposit Ratio (LDR) yang kuat sehingga memberikan ruang penurunan cost of fund, serta penurunan cost of credit (CoC) ke 1,6% dari 1,7% di 2020.
“Namun, patut dicermati bahwa CoC tercatat lebih buruk dari estimasi di 1,3-1,5%, mengantisipasi ketidakpastian pada perekonomian karena varian Omicron. Adapun, BBCA memperkirakan Net Interest Margin (NIM) stabil pada level 4,9-5% dan CoC lebih rendah pada level 0,8-1% di tahun ini,” tulis Nico dalam risetnya pada 28 Januari.
Baca Juga: BCA Digital Akan Luncurkan Fitur Kredit di Aplikasi Blu Akhir Tahun Ini
Nico juga menyoroti keberhasilan pertumbuhan kredit BBCA yang di atas estimasi. Adapun, total kredit tercatat sebesar Rp 636,9 triliun di kuartal IV-2021 atau naik 5,1% secara kuartalan. Ia menjelaskan, hal tersebut lebih didorong oleh segmen korporasi, pasca membaiknya kondisi ekonomi.
Sementara pada tahun ini, ia menyebut sektor telekomunikasi diharapkan akan memberikan kontribusi positif, didorong oleh rencana M&A yang dilakukan di sektor menara. Selain itu, sektor infrastruktur yang akan didorong oleh pembangunan Ibukota baru juga akan jadi kontributor positif.
Ditambah lagi, segmen KPR telah mencatatkan level yang lebih baik dibandingkan level sebelum pandemi.
Nico juga menyebut ekspansi digital terus mendorong peningkatan CASA mencapai 78,6% dibanding 76,6% pada 2020. Hal ini didorong oleh transaksi digital yang meningkat signifikan, di mana jumlah transaksi meningkat 5,2 kali lipat dalam 3 tahun terakhir dan transaksi API meningkat 6 kali lipat dalam 2 tahun terakhir.
“Hal ini membawa LDR turun ke 62% dari sebelumnya 65,8%. Sehingga likuiditas yang kuat ini akan memberikan ruang bagi perseroan untuk menjaga cost of fund tetap rendah, meskipun tren suku bunga akan mengalami kenaikan,” imbuhnya.
Di satu sisi, BBCA juga berhasil menjaga kualitas aset di mana hal ini tercermin dari tren restrukturisasi kredit yang terus mengalami penurunan. Tercatat sebesar Rp64,9 triliun di kuartal IV-2021 atau setara dengan 10% dari total kredit. Selain itu, loan at risk (LAR) juga tercatat mengalami penurunan ke 14,6%.
Nico bilang, pencadangan untuk LAR juga masih tinggi yaitu sebesar 39% (2020: 28,1%) yang akan menjadi buffer terhadap potensi unexpected risk ke depannya. Sementara itu, gross NPL tercatat di 2,2%, lebih baik dari guidance di 2,4-2,7%.
Dengan berbagai faktor tersebut, ia pun masih mempertahankan rekomendasi beli untuk saham BBCA dengan target harga Rp 8.300 per saham atau mengimplikasikan PB sebesar 4,4 kali di 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News