kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Barito Group tak tenggelam diterpa dua krisis


Jumat, 30 September 2016 / 14:52 WIB
Barito Group tak tenggelam diterpa dua krisis


Reporter: Anna Suci Perwitasari, Barly Haliem, Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Rizki Caturini

Nama Prajogo Pangestu sempat berkibar sebagai seorang pengusaha sektor kehutanan handal di Indonesia. Bahkan sebelum krisis ekonomi 1997 menghantam, pendiri Grup Barito ini menjadi pengusaha perkayuan terbesar di Indonesia.

Cikal bakal bisnis kayu Prajogo dimulai di pengujung era 70-an. Di tahun 1979, Prajogo mendirikan PT Bumi Raya Pura Mas Kalimantan, yang bergerak di bidang pengolahan hasil hutan terintegrasi. Perusahaan ini kelar berganti nama menjadi PT Barito Pacific Timber.

Bisnis Prajogo berkembang sangat pesat di era orde baru. Pada 1993, Barito Pacific Timber masuk bursa saham dengan kode BRPT. Prajogo juga masuk ke bisnis petrokimia dengan mendirikan Chandra Asri dan Tri Polyta Indonesia. Perusahaan yang disebut belakangan juga menjadi perusahaan terbuka di 1996, dengan kode TPIA.

Namun, saat krisis ekonomi menerpa, bisnis pria kelahiran 1944 ini mulai goyah. Prajogo pernah bertutur pada KONTAN, sebelum krisis nilai kapitalisasi pasar Barito sempat mencapai US$ 5 miliar. Namun setelah krisis, nilai kapitalisasi pasarnya anjlok jadi US$ 3 juta. 

Bisnis Chandra Asri juga ikut goyang. Utang Chandra Asri mencapai US$ 1,8 miliar. Ini terjadi gara-gara kurs rupiah ambruk, sedang banyak utang Chandra Asri berdenominasi dollar AS. "Akhirnya perusahaan masuk ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dengan tagihan US$ 1 miliar," kata Prajogo kepada KONTAN beberapa waktu lalu. 

Nasib Tri Polyta tak jauh beda. Pada 1999, perusahaan ini dinyatakan gagal bayar utang. Bahkan, karena membukukan rugi bersih lima tahun berturut-turut, Bursa Efek Indonesia, yang saat itu masih bernama Bursa Efek Jakarta, melakukan delisting atas saham TPIA di 2003.

Kehilangan dua usaha

Prajogo pun berjuang keras melakukan restrukturisasi utang perusahaannya tersebut. Pada akhirnya, restrukturisasi utang tuntas pada tahun 2004. "Ini semua yang berperan paling besar adalah Pak Prajogo Pangestu," tutur Suryandi, Director of Human Resources & Corporate Administration Chandra Asri Petrochemical.

Tapi kenikmatan hanya dirasakan sesaat. Pada tahun 2004, Barito digoyang krisis global setelah harga minyak dunia meroket. Biaya produksi membengkak dan membuat beberapa perusahaan di bawah Barito mulai meriang. 

Akibatnya, Prajogo harus merelakan dua perusahaannya. "Untuk restrukturisasi utang Barito, kepemilikan saya di Tanjung Enim Lestari dan Musi Hutan Persada hilang," kenangnya. Keduanya diserahkan ke Marubeni pad tahun 2005.

Toh, Prajogo tak patah arang. Di 2007, taipan ini mengonsolidasi bisnisnya. Saat itu, Barito Pacific Timber mengganti nama menjadi Barito Pacific, dan mulai mendiversifikasi bisnis. Barito antara lain mengakuisisi 70% saham Chandra Asri dengan nilai Rp 9,76 triliun. Prajogo sendiri memiliki 14,6% saham di perusahaan tersebut. 

Tahun 2010, Prajogo menggabungkan dua perusahaan petrokimianya, Chandra Asri dan Tri Polyta. Hasil merger dua perusahaan ini kini menjadi PT Chandra Asri Petrochemical Tbk dan menjadi produsen petrokimia terbesar dan terintegrasi di Indonesia.

Tapi, Prajogo mengaku enggan masuk ke bisnis teknologi dan telekomunikasi "Luar biasa besar modalnya. Jadi kami mau mengembangkan natural resources saja," kata dia.            

Regenerasi Barito Group

Kendali Barito Group kini memasuki era baru. Setelah membangun Barito sejak tahun 1979, Prajogo Pangestu memilih menyerahkan tongkat kepemimpinannya kepada putra tertuanya, yakni Agus Salim Pangestu.  

Tapi langkah Agus mengambilalih puncak pimpinan Barito pun tak mudah. Pria yang menyelesaikan pendidikannya di Boston College Amerika Serikat ini baru bergabung dengan Barito Pacific di tahun 1997. Sebelumnya ia bekerja sebagai analis keuangan di Merrill Lynch Amerika Serikat.

Setelah setahun bergabung, Agus baru dipercaya menjabat direktur di perusahaan yang memiliki kode emiten BRPT tersebut. Empat tahun berselang, atau tepatnya di tahun 2002, Agus diserahi tugas sebagai Wakil Presiden Direktur BRPT.

Setelah itu, Agus mengemban tugas besar, yakni menggabungkan dua perusahaan petrokimia besar di Indonesia yaitu PT Chandra Asri dan PT Tri Polyta Indonesia Tbk. Merger dua perusahaan raksasa itu berhasil dilakukan pada tahun 2010 dan membuat perusahaan mampu bersaing menghadapi pasar global.

Setelah berhasil membentuk PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), Agus baru dipercaya sebagai Presiden Direktur Barito Pacific pada tahun 2013. Sebelumnya, ia sudah berperan dalam kebijakan strategis Barito, khususnya ekspansi, seperti pembangunan pabrik dan akuisisi Star Energy.
Tak hanya Agus, anak termuda Prajogo, Baritono Pangestu juga turut berkecimpung membesarkan Barito Group. Baritono baru bergabung pada tahun 2005. 

Pada tahun 2007, ia langsung diserahi tanggungjawab menjadi Direktur Chandra Asri. Kini ia menjabat sebagai Wakil Presiden Direkur TPIA, yang bertanggung jawab atas aktivitas komersial dan pemasaran produk polimer.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×