Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hampir kebanyakan instrumen investasi tertekan di tiga bulan pertama 2020. Potensi berlanjut atau tidaknya kondisi tersebut, sangat bergantung pada seberapa besar upaya penanganan penyebaran virus corona atau Covid-19 baik di Indonesia maupun dunia.
Berdasarkan pantauan Kontan.co.id, beberapa instrumen investasi sepanjang kuartal I-2020 bergerak cukup beragam. Instrumen yang tercatat paling banyak memberikan cuan adalah emas, yang mana prospeknya kian berkilau di kuartal pertama 2020.
Baca Juga: Banyak bencana di awal 2020 justru bisa jadi peluang untuk meracik investasi
Mengutip Bloomberg, harga emas spot yang diperdagangkan di Commodity Exchange (Comex) naik 7,4%. Kenaikan tersebut disusul meningkatnya harga beli emas PT Aneka Tambang (Antam) sebanyak 21,26% dan harga buyback naik 22,71%.
Adapun untuk valas seperti pasangan EUR/GBP mengutip data Bloomberg naik sebanyak 5,78% dan USD/JPY turun 0,78% sepanjang kuartal pertama 2020. Sedangkan untuk pasangan USD/IDR tercatat naik hingga 17,82%.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto menjelaskan instrumen saham jadi yang paling tertekan, bahkan sebelum Covid-19 menyebar di awal tahun.
"Saham sudah bermasalah sejak akhir 2019 karena ada saham-saham gorengan yang terjerat di kasus Jiwasraya, Asabri dan lainnya," jelas Ramdhan kepada Kontan.co.id, Selasa (31/3).
Dia menjelaskan, kondisi pasar saham Tanah Air sudah lebih dulu tertekan karena hadirnya kasus Jiwasraya. Kondisi tersebut, kemudian merambat ke industri reksadana pada umumnya dan menjadikan industri ikut bermasalah. Alhasil, kehadiran Covid-19 semakin memperparah IHSG untuk bisa segera pulih di tengah tingginya ketidakpastian.
Untuk instrumen obligasi, Ramdhan menilai sepanjang kuartal I-2020 kinerja cenderung masih positif. Bahkan di awal tahun yield terus menguat ke kisaran 6,5% dan membuat cost of fund (CoF) semakin menyempit.
Selin itu, minat investor di pasar obligasi awal tahun cenderung positif, dengan kontribusi asing mencapai 38%-39%.
"Hanya saja, sebulan terakhir terjadi tekanan tinggi pada industri obligasi karena asing lakukan aksi jual melebihi Rp 100 triliun dan membuat SUN tertekan diikuti obligasi korporasi," ujarnya.
Sementara untuk valas, pergerakannya cenderung mengikuti prospek pasar obligasi. Bagi investor yang tertarik melirik instrumen valas, dianjurkan untuk memilih mata uang dari negara-negara besar seperti USD, EUR dan SGD.
Dengan begitu, Ramdhan mengakui emas jadi instrumen investasi yang paling berkilau sepanjang tiga bulan pertama tahun ini. Kilaunya diyakini masih akan bersinar jika kondisi ketidakpastian berlanjut, khususnya terkait sebaran Covid-19. Investor juga masih diperkenankan untuk melirik emas, meskipun harga emas sudah rally terlalu tinggi.
Di sisi lain, jika sebaran Covid-19 berakhir dan kondisi pasar keuangan kembali pulih, Ramdhan cenderung merekomendasikan investor agar melirik obligasi, terutama Surat Utang Negara (SUN). Meskipun di jangka panjang prospek saham dianggap cukup menarik, namun volatilitasnya dinilai masih cukup tinggi saat ini.
Baca Juga: Membandingkan harga emas Antam saat ini dan tahun lalu, lompatannya fantastis
"Obligasi sepertinya akan recovery lebih dulu, karena saham masih punya banyak masalah, terutama yang terkait saham gorengan," ungkapnya.
Adapun pergerakan IHSG beberapa hari terkahir yang mulai menghijau dianggap hanya sementara sebagai dampak dari aksi buyback saham. Untuk itu, ke depan Ramdhan lebih merekomendasikan melirik obligasi dengan tenor benchmark, terutama tenor jangka pendek karena volatilitas ke depan masih akan tinggi.
"Cash is the king juga masih jadi pilihan," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News