Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Tingginya pasokan menyeret harga aluminium. Padahal, banyak sentimen positif yang membayangi logam industri ini.
Mengutip Bloomberg pada Selasa (23/2) pukul 12.49 WIB, harga aluminium kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange merosot 0,5% dibandingkan hari sebelumnya ke level US$ 1.565,5 per metrik ton. Namun, dalam sepekan, harga aluminium merangkak 2,85%.
Andri Hardianto, Research and Analyst PT Asia Tradepoint Futures menjelaskan, harga aluminium tertekan akibat suplai yang membludak. Survei Reuters memprediksi, stok global aluminium mencapai 15 juta ton saat ini. Bahkan, komoditas tersebut masih surplus 392 ribu ton pada tahun 2016.
“Beberapa industri smelter China juga telah bernegosiasi untuk mendapatkan harga murah guna memasok energi bagi smelter mereka,” tukasnya.
Padahal, ada beberapa katalis positif yang berusaha menyokong harga aluminium.
Pertama, pengurangan produksi aluminium China guna mengimbangi perlambatan permintaan. Data bea cukai memaparkan, ekspor aluminium China pada Januari 2016 menyusut 12,1% (yoy) menjadi 380.000 metrik ton.
Kedua, pemangkasan produksi pengolahan aluminium dari China apabila harga logam industri ini bergerak dalam rentang US$ 1.400 – US$ 1.500 per metrik ton seperti saat ini.
“Juga ada kebijakan moneter dari Bank Sentral China (People’s Bank of China) yang menyuntikkan likuiditas ke sistem perbankan sebesar US$ 25 miliar guna menstimulus pertumbuhan,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News