Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) tengah mencari waktu yang tepat untuk menerbitkan global bond atau surat utang global. Rencananya, surat utang tersebut akan diterbitkan di Singapura pada tahun ini.
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), pemegang saham menyetujui transaksi material penerbitan global bond dengan jumlah maksimal sebesar US$ 750 juta. Upaya ini dilakukan dalam rangka memperkuat kinerja keuangan dan operasional perusahaan secara berkelanjutan.
"Tujuannya, untuk memperbaiki approval dari pembiayaan yang kita miliki, itu cukup besar dan akan jatuh tempo kurang dari satu tahun untuk itu kita upayakan penerbitan surat berharga," kata Direktur Utama Pahala N Mansury usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Gedung Manajemen Garuda, Kamis (19/4).
Pahala memaparkan, sebanyak 60% approval pembiayaan akan jatuh tempo. Rinciannya, sebanyak Rp 2 triliun jatuh tempo pada Juli 2018 dan US$ 500 juta pada 2020.
Pahala menjelaskan, alasannya memilih Singapura sebagai tempat peluncuran global bond GIAA, lantaran lokasi pasar modal yang dianggap paling dekat, mudah dan menjadi sentra keuangan. Dengan demikian penerbitan di Singapura cukup memadai untuk surat utang hingga US$ 750 juta.
"Untuk kupon, akan ditentukan setelah kita melakukan roadshow dan mengetahui kondisi pasar pada saat itu," jelasnya. Ia memperkirakan peluncuran global bond di kuartal II atau kuartal III/2018.
Direktur Keuangan & Manajemen Risiko PT Garuda Indonesia Helmi Imam Satriyono mengatakan, fokus penerbitan global bond untuk menutupi utang jatuh tempo. "Sisanya, untuk perkuat modal kerja, ekspansi ya ada sedikit, untuk dukung anak perusahaan, untuk cadangan," katanya kepada KONTAN.
Analis Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji menilai, utang GIAA terbilang cukup tinggi. Ia menyebutkan, pada kuartal III-2017 Debt Equity Ratio (DER) saja sudah mencapai 364%, meningkat dari tahun sebelumnya yakni 281%.
"Meskipun pendapatan Garuda Indonesia meningkat, dilihat dari pertumbuhan penumpang, tapi perusahaan belum mampu ciptakan laba," ungkap Nafan kepada Kontan.co.id.
Ia pun memperkirakan, tergerusnya laba perusahan lantaran biaya avtur atau bahan bakar pesawat yang tinggi, sehingga ke depan efisiensi bisnis perlu dilakukan. Dengan begitu, harapannya fundamental perusahaan bisa semakin kuat.
"Kalau tujuan penerbitan global bonds untuk restrukturisasi utang, mudah-mudahan persentase DER bisa diturunkan," imbuhnya.
Di samping itu, Garuda Indonesia bersama jajaran anak perusahaan diawal tahun 2018 mencanangkan strategi bisnis jangka panjang bertajuk Sky Beyond 3.5 yang akan menjadi value-driven Garuda Indonesia aviation group dengan target valuation Garuda Group sebesar US$ 3,5 miliar pada 2020.
Selain itu, perusahaan turut menargetkan profit perusahaan mencapai US$ 170 juta dengan jumlah penumpang mencapai 45 juta orang, serta turut memperkuat capaian tingkat ketepatan waktu hingga 92 persen, dengan standarisasi layanan bintang 5 di 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News