Reporter: Michelle Clysia Sabandar | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Krisis mata uang lira serta ekonomi Turki membawa sentimen negatif terhadap Indonesia. Rupiah kian melemah hingga menyentuh level Rp 14.600 per dollar Amerika Serikat (AS). Namun, menurut Budi Hikmat, Direktur Strategi dan Kepala Makro Ekonomi PT Bahana TCW Investment Management, dampak krisis Turki terhadap perekonomian Indonesia relatif terbatas.
"Secara fundamental, ekonomi Indonesia jauh lebih prudent (hati-hati) dibanding negara lain. Kita jauh dari overheated situation, di mana pertumbuhan kredit lebih lambat tingkat inflasi kuartal II masih terjaga,” katanya dalam siaran pers Rabu (15/8).
Bahkan sejauh ini, perbankan Indonesia tak memiliki eksposur terhadap surat berharga Turki. Meski begitu, tetap saja krisis ekonomi Turki akibat dari twin deficit (fiskal dan neraca berjalan) mengerek pasar modal Indonesia.
Padahal kondisi ekonomi Indonesia sendiri masih jauh dari situasi overheated dibandingkan dengan Turki. Secara fundamental, memang pengelolaan ekonomi Turki sudah bisa dikatakan kurang sehat .
Berdasarkan data Bloomberg, twin deficit yang diperkirakan mencapai 9% dari gross domestic product (GDP) dan proyeksi defisit transaksi berjalan (CAD) berkisar 6,4% di akhir tahun.
Kondisi politik dengan Presiden AS, Donald Trump semakin memperkeruh situasi dan membuat mata uang Lira melemah 70,99% terhadap dollar AS. Yield obligasi negara Turki meningkat hingga 22% sepanjang tahun berjalan.
Sedangkan fundemental ekonomi Indonesia masih cukup baik. Contohnya saja, defisit neraca berjalan Indonesia pada kuartal kedua 2018 sebesar 3% dari pertumbuhan domestik bruto (PDB).
Tingkat inflasi Indonesia juga jauh lebih rendah yaitu 3,2%. Sedangkan tingkat inflasi Turki mencapai 15,9%. Tingkat pengangguran Indonesia sebesar 5,1% dan Turki 10,5%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News