Reporter: Yasmine Maghfira | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penjualan ritel yang berkaitan dengan sektor konsumer seperti penjualan kendaraan bermotor diproyeksi masih lesu hingga akhir tahun 2019. Salah satu penyebabnya ialah melambatnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua tahun ini.
Analis Bahana Sekuritas Anthony Yunus menilai perlambatan ekonomi Indonesia menjadi indikasi awal bahwa konsumsi masyarakat tidak sekuat prediksi pasar. Sebab, konsumsi rumah tangga masih menjadi pilar utama pendukung geliat perekonomian domestik.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal dua 2019, tumbuh sebesar 5,05% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pengeluaran konsumsi rumah tangga menjadi kontributor terhadap pertumbuhan ekonomi hingga 55,79%, diikuti dengan sumbangan investasi yang tercatat sebesar 31,25%.
Sementara, pengeluaran konsumsi pemerintah memberikan kontribusi sebesar 8,71%, sedangkan kontribusi ekspor masih negatif akibat masih tingginya impor.
Tren penurunan harga komoditas, perang dagang antara Amerika dan China yang berlanjut pada perang mata uang merupakan faktor global yang turut serta memicu pelemahan nilai tukar sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Hal itu diperkirakan akan semakin menggerus daya beli masyarakat. Strategi Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuan guna menopang daya beli masyarakat, menjadi tak mudah karena rupiah yang melemah.
Sebelumnya, pada bulan Juli, BI telah memotong suku bunga acuan atau BI 7-Day Repo Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,75% dari yang sebelumnya sebesar 6%. Itu untuk mendorong geliat perekonomian di tengah-tengahnya rendahnya perkiraan inflasi hingga akhir tahun ini.
Berdasarkan kondisi tersebut, PT Bahana Sekuritas melalui keterangan resmi memperkirakan penjualan kendaraan bermotor baik roda empat maupun roda dua masih akan lemah. Penyebabnya karena daya beli masyarakat untuk mobil akan semakin terbatas.
Penjualan motor juga diperkirakan masih akan tumbuh single digit karena penetrasi motor yang sudah cukup tinggi.
‘’Demi menggenjot penjualan mobil dan motor hingga akhir tahun di tengah-tengahnya turunnya permintaan, pemberian diskon yang lebih agresif akan terjadi pada semester kedua,‘’ kata Anthony.
Menurut Anthony, PT Astra International Tbk (ASII) yang merupakan salah satu pemain otomotif terbesar di Indonesia, pada kuartal kedua ini juga mencatat volume penjualan dan margin dari kendaraan roda empat lebih rendah dari ekspektasi semula, meski penurunannya tidak seburuk industri secara keseluruhan.
Pada kuartal dua 2019, ASII membukukan laba bersih sebesar Rp 4,6 triliun atau turun 15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penyebabnya karena penjualan sektor otomatif dan komoditas khususnya CPO masih rendah.
Melihat pencapaian hingga kuartal dua tahun ini, Bahana mengubah perkiraan pendapatan dan laba bersih perusahaan ASII hingga akhir 2019.
Bahana memperkirakan pendapatan ASII akan mencapai Rp 240,7 triliun pada akhir tahun ini, sedangkan perkiraan semula sebesar Rp 249,3 triliun. Laba bersih diperkirakan mencapai Rp 20,7 triliun, dari perkiraan semula Rp 23 triliun.
Pendapatan dari sektor otomotif diperkirakan akan mencapai Rp 104,7 triliun, sedangkan semula sebesar Rp 106,8 triliun.
Bahana juga merekomendasi Hold untuk saham ASII dari yang sebelumnya Buy. Sementara, target harga Rp 7.500 per saham dari yang semula Rp 8.300 per saham.
Secara industri, Bahana memperkirkan volume penjualan kendaraan roda empat akan mencapai 1,082 juta unit pada akhir 2019 atau turun sebesar 6% dari realisasi penjualan sepanjang 2018. Penjualan kendaraan roda empat ASII diperkirakan turun sebesar 4,8% secara tahunan.
Sementara, penjualan kendaraan roda dua secara industri diperkirakan akan mencapai 7,088 juta unit sepanjang 2019, atau tumbuh sebesar 8% secara tahunan. Penjualan kendaraan roda dua Astra diperkirakan akan tumbuh sebesar 12% secara tahunan pada akhir 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News