Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah saat ini tengah mengajukan kebijakan fiskal baru sebagai perluasan objek pajak antara lain terhadap barang kebutuhan pokok dan barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
Rencana tersebut tertuang dalam Pasal 4A perubahan kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Beleid ini diharapkan akan segera dibahas tahun ini oleh pemerintah bersama DPR RI, karena sudah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.
Batubara sudah resmi menjadi Barang Kena Pajak (BKP) yang penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai 2 November 2020, sesuai dengan mandat Undang-Undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, tepatnya Pasal 112. Besaran PPN yang dikenakan terhadap komoditas batubara sebesar 10%.
Analis Henan Putihrai Sekuritas Meilki Darmawan menilai, sejauh ini posisi yang terlihat diuntungkan adalah Pemerintah Indonesia, karena tujuan peraturan ini dibuat untuk mengurangi tax gap di ranah PPN. Terkait PPN sebesar 10% yang telah dikenakan terhadap batubara, Meilki menilai saat ini masih cukup adil jika dibandingkan dengan komoditas lainnya. Di sini, pemerintah juga memberlakukan tarif PPN tersebut dengan azas netralitas.
Baca Juga: Intiland: Insentif PPN memberikan dampak positif pada penjualan properti
Bisa dibandingkan dengan tarif PPN untuk komoditas pertanian yang diatur dalam PMK Nomor 89 Tahun 2020, di dalam pasal 3 tertulis bahwa tarif PPN untuk komoditas pertanian sebesar 10%. “Jadi dapat diartikan bahwa level PPN yang ada di batubara saat ini masih adil jika dibandingkan dengan komoditas lainnya,” terang Meilki.
Sementara itu, Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Setya Ardiastama menilai, kebijakan pengenaan PPN terhadap bahan pokok akan berdampak pada dua sisi, yakni dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Untuk jangka pendek, pengenaan PPN ini tentu berdampak pada kinerja daya beli masyarakat yang masih melemah, sehingga berpotensi akan kembali mendapat tekanan. Begitu juga dengan kinerja pelaku usaha. “Namun untuk jangka waktu panjang, tentu hal ini diperlukan guna menopang pendapatan pajak yang lebih kuat,” terang Okie.
Saat ini, Okie menilai emiten barang konsumsi seperti PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dinilai dapat lebih kuat. Hal ini seiring dengan kuatnya permintaan produk dan juga brand dari emiten tersebut di pasar domestik.
Okie merekomendasikan ICBP dengan target harga Rp 8.900 per saham dan saham MYOR dengan target harga Rp 2.650 per saham.
Baca Juga: Menakar dampak penerapan PPN hasil pertambangan emas terhadap kinerja emiten
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News