Reporter: Namira Daufina | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Suguhan tingkat inflasi yang positif ternyata tidak mampu menjadi daya tahan pergerakan rupiah. Nilai tukar rupiah tetap tergerus di hadapan dollar Amerika Serikat (USD).
Mengacu data Bloomberg, di pasar spot, Senin (1/9) posisi rupiah terhadap USD merosot 0,22% ke level Rp 14. 098 dibanding hari sebelumnya. Serupa, di kurs tengah Bank Indonesia nilai rupiah terkikis 0,38% di level Rp 14.081.
Rully Arya Wisnubroto, Analis Pasar Uang PT Bank Mandiri Tbk mengatakan meski melemah nilai rupiah sebenarnya terhitung stabil. Namun, memang tingkat inflasi yang sesuai prediksi tidak mampu mengangkat posisi rupiah. “Lebih besar faktor eksternal yang mempengaruhi,” kata Rully.
Sebabnya, pelaku pasar sedang menanti rilis data ISM Manufacturing PMI AS bulan Agustus 2015 yang diduga melambat dari 52,7 menjadi 52,6 pada Senin (1/9) malam serta Selasa (2/9) data ADP non-farm payroll Agustus 2015 yang diduga melambung menjadi 204 ribu. Katalis positif ini menenggelamkan rupiah di hadapan USD.
Padahal data inflasi Indonesia Agustus 2015 tercatat positif. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Senin (1/9), inflasi IHK Agustus 2015 yakni naik 0,39% (MoM) atau menjadi 7,18% (YoY).
Sedangkan inflasi inti tercatat naik 0,52% (MoM) atau menjadi 4,92% (YoY). Meningkat karena didorong oleh kenaikan biaya pendidikan dan makanan jadi. Meski naik namun ini sesuai dengan prediksi Bank Indonesia, apalagi BI masih optimis target inflasi plus minus 4% masih akan mampu tercapai di akhir tahun 2015. "Hanya saja ternyata pengaruh eksternal lebih besar efeknya bagi rupiah," kata Rully.
Antisipasi pasar terhadap langkah The Fed yang bisa dilihat dari rilis data ekonominya membuat pelaku pasar enggan melirik aset berisiko seperti rupiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News