Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki bulan Februari, arus masuk dana investor asing di pasar surat berharga negara (SBN) masih terus terjadi. Hal ini tak lepas dari sejumlah sentimen positif dari dalam maupun luar negeri.
Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, kepemilikan dana asing di SBN telah mencapai Rp 925,68 triliun hingga Kamis (7/2). Artinya, dana investor asing di SBN telah bertambah Rp 15,75 triliun dalam 4 hari pertama di bulan Februari.
Adapun jika dihitung sejak awal tahun atau secara year to date, kepemilikan asing di SBN telah meningkat sebesar Rp 32,43 triliun.
Research Analyst Capital Asset Management Desmon Silitonga menyampaikan, tingginya pertumbuhan kepemilikan asing di SBN pada awal Februari cukup dipengaruhi oleh hasil FOMC Meeting di akhir bulan lalu.
Kala itu, The Federal Reserves mengonfirmasikan sikapnya untuk lebih berhati-hati menerapkan kebijakan kenaikan suku bunga acuan AS di tahun ini seiring ancaman perlambatan ekonomi global.
Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar menambahkan, potensi penurunan suku bunga acuan tak hanya terjadi di AS. Sejumlah bank sentral di berbagai negara maju lainnya juga mulai ancang-ancang melakukan hal serupa.
Sentimen ini menjadikan instrumen obligasi sebagai tempat parkir dana yang aman bagi para investor global.
Lantas, para investor global mulai melirik negara-negara emerging market yang masih menawarkan yield obligasi tinggi sebagai tujuan investasi. “Salah satu negara yang menjadi favorit investor asing saat ini adalah Indonesia,” ujar Anil, akhir pekan lalu.
Keunggulan Indonesia terletak pada selisih yield surat utang negara (SUN) dengan US Treasury yang cukup lebar. Sebagai gambaran, yield SUN tenor 10 tahun pada Jumat (8/2) berada di level 7,84% sedangkan yield US Treasury untuk tenor serupa berada di level 2,63%.
Keyakinan investor asing untuk masuk ke pasar SBN Indonesia makin tinggi setelah sentimen perang dagang tengah mereda. Pasalnya, AS dan China selaku dua negara yang terlibat langsung dalam konflik tersebut terus melakukan negosiasi secara intens di tengah masa gencatan senjata.
Belum cukup, sentimen eksternal yang positif ditambah perekonomian Indonesia yang berhasil tumbuh 5,17% di tahun lalu membuat tren penguatan rupiah terus berlangsung. “Penguatan rupiah membuat investor asing tak lagi khawatir dengan risiko kerugian kurs,” imbuh Desmon.
Ia menambahkan, karena sentimen-sentimen terkini cenderung positif, investor asing yang masuk ke pasar SBN tak hanya terkonsentrasi di seri-seri tenor pendek atau di bawah 5 tahun saja. Kini, para investor asing juga memburu seri-seri tenor menengah hingga panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News