Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) berhasil mencetak kenaikan laba bersih di tengah penurunan tipis pendapatan di tahun 2024.
Melansir laporan keuangan, ANJT membukukan total pendapatan sebesar US$ 236,8 juta pada tahun 2024, sedikit lebih rendah dibandingkan pendapatan 2023 sebesar US$ 237,6 juta.
Segmen kelapa sawit tetap menjadi bisnis utama Austindo, dengan kontribusi pendapatan sebesar US$ 230,9 juta pada tahun 2024, atau 98,6% dari total pendapatan konsolidasian perseroan.
Namun, perseroan melaporkan penurunan volume penjualan crude palm oil (CPO) sebesar 14,9% pada tahun 2024 menjadi 245.784 ton, dibandingkan capaian tahun 2023 sebesar 288.942 ton, seiring pelemahan volume produksi CPO.
Selain itu, volume penjualan palm kernel (PK) juga turun sebesar 9,5% dari 52.581 ton pada tahun 2023 menjadi 47.610 mt di tahun 2024. Untungnya, volume penjualan palm kernel oil (PKO) tahun 2024 meningkat signikan sebesar 47,7% menjadi 1.550 ton, dibandingkan penjualan 2023 sebesar 1.049 ton.
Baca Juga: Austindo Nusantara Jaya (ANJT) Catat Produksi CPO 21.047 Ton per Januari 2025
Segmen bisnis edamame tercatat sebesar US$ 4,2 juta pada tahun lalu, meningkat signifikan 124,1% dari US$ 1,9 juta pada tahun 2023. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan volume penjualan edamame beku sebesar 331,4% menjadi 1.569 ton, serta penjualan edamame segar yang tumbuh sebesar 32,1% secara tahunan.
Segmen bisnis sagu ANJT memberikan kontribusi sebesar US$ 1,2 juta di tahun 2024, meningkat 34,8% dari US$ 0,9 juta pada tahun sebelumnya. Ini karena peningkatan volume penjualan dari 1.585 ton tahun 2023 menjadi 2.253 ton pada tahun 2024.
Segmen bisnis energi terbarukan ANJT menghasilkan pendapatan sebesar US$ 419,0 ribu pada 2024, lebih rendah dari US$ 576,2 ribu yang dicapai pada tahun 2023 karena kegiatan pemeliharaan pada 2024 dan berkurangnya ketersediaan bahan baku. Khususnya, Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (Palm Oil Mill Effluent atau POME) yang lebih rendah di perkebunan Pulau Belitung.
ANJT mencatat beban usaha, bersih setelah pendapatan usaha, sebesar US$ 17,1 juta, meningkat 26,9% dari US$ 13,5 juta pada tahun 2023. Peningkatan ini disebabkan oleh kenaikan denda pajak sebesar US$ 3,6 juta pada tahun 2024.
Perseroan juga mengalami kerugian selisih kurs sebesar US$ 917,8 ribu di tahun 2024, dibandingkan dengan keuntungan sebesar US$ 175,7 ribu pada tahun 2023. Ini akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Sementara itu, beban keuangan yang terdiri dari beban bunga atas pinjaman, naik tipis 1,7% menjadi US$ 10,0 juta pada tahun 2024, dibandingkan dengan beban bunga sebesar USD 9,9 juta pada tahun 2023.
Di tengah penurunan pendapatan dan kenaikan beban, ANJT masih bisa mengantongi laba bersih US$ 9,64 juta di tahun 2024, naik dari US$ 5,15 juta di tahun 2023.
Direktur Keuangan ANJ, Nopri Pitoy mengatakan, peningkatan kinerja keuangan didorong harga jual CPO yang lebih tinggi dan penurunan harga pupuk untuk tanaman menghasilkan.
Penurunan produksi di negara-negara produsen utama, seperti Indonesia dan Malaysia, menyebabkan pasokan CPO global yang lebih rendah. Akibatnya, harga CPO acuan terdorong naik pada tahun 2024.
“Kondisi ini membawa dampak positif terhadap kinerja keuangan ANJ yang mampu memanfaatkan peluang pasar,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (14/3).
Pada tahun 2024, harga Jual Rata-Rata (ASP) CPO meningkat sebesar 12,3%, dari US$ 731 per ton di tahun 2023 menjadi US$ 822 per ton. “Peningkatan laba bersih dan EBITDA yang signifikan mencerminkan keberhasilan strategi kami dalam mengoptimalkan operasional dan memanfaatkan peluang pasar," tuturnya.
Di tahun 2024, produksi CPO ANJT memang mengalami penurunan. Hal itu sejalan dengan tren penurunan produksi CPO nasional. Produksi CPO ANJ turun sebesar 13,5%, dari 283.651 ton di tahun 2023 menjadi 245.395 ton pada tahun 2024.
Menurut Nopri, penurunan ini terutama dipicu oleh dampak El Nino pada tahun 2023, yang memengaruhi produksi perkebunan ANJ di Pulau Belitung, Kalimantan Barat, dan Sumatera Selatan di tahun 2024.
“Selain itu, perkebunan di Sumatera Utara II dan Papua Barat Daya menghadapi tantangan curah hujan tinggi dan banjir,” paparnya.
Selanjutnya: Chandra Asri (TPIA) Proyeksi Pendapatan Tumbuh 4 Kali Lipat di 2025, Ini Pendorongnya
Menarik Dibaca: Kenalan dengan Reset Routine yuk, Konten Populer untuk Merawat Diri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News