Reporter: Benedicta Prima | Editor: Handoyo .
Lebih lanjut, jelas Hilmi, di tengah kondisi pasar yang tertekan, dia melihat masih ada kebutuhan akan waran terstruktur sebagai salah satu produk investasi dan sarana hedging.
Untuk itu, dalam meminimalisir risiko negatif saat pasar sedang tertekan, dalam rancangan peraturan memuat persyaratan penerbitan waran terstruktur tidak boleh melebihi 50% dari underlying saham yang beredar dan tercatat di bursa.
Baca Juga: Bos Bangkok Bank targetkan akuisisi Bank Permata rampung kuartal III 2020
“Di samping itu, peraturan nantinya akan memberikan kewenangan kepada Bursa Efek Indonesia untuk menentukan saham atau indeks apa saja yang dapat menjadi underlying. Tentu saja BEI akan mempunyai kriteria dalam memilih saham dengan mempertimbangkan risiko bagi pasar,” jelas dia.
Dari sisi investor, imbuh dia, kerugian investor dalam transaksi waran terstruktur maksimum hanya sebesar premi.
Untuk mengawasi perdagangan waran terstruktur ini, OJK, BEI dan SRO lainnya mengaku akan terus melakukan koordinasi. Baik melakukan pengawasan atas transaksi waran terstruktur, underlying maupun pengawasan atas penerbit waran terstruktur dan juga investor.
Baca Juga: Bank Maspion dan Bank Mayora tak berencana tambah modal tahun depan
Hilmi menambahkan, OJK mempunyai sistem dan parameter yang digunakan dalam pelaksanaan tugas surveillance pasar. “Baik pasar saham, efek bersifat utang dan sukuk maupun derivatif dan juga structured product,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News