Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masih berjayanya sektor minyak dan gas bumi (migas) membuat layanan serta survei untuk perusahaan energi terus dicari. Tingginya permintaan di jasa survei dan layanan untuk perusahaan migas membuat PT Atlantis Subsea Indonesia Tbk (ATLA) optimistis dengan bidang usaha yang dijalani.
ATLA resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 16 April 2024 lalu. Perusahaan yang bergerak di bidang survei dan layanan untuk perusahaan energi ini melepas 1,2 miliar saham dengan nilai nominal Rp 8 setiap saham, mewakili 19,36% dari modal ditempatkan dan disetor penuh dalam skema penawaran umum saham perdana atawa initial public offering (IPO).
Perusahaan tercatat ke-20 di BEI pada tahun 2024 ini membanderol harga penawaran sebesar Rp 100 per saham untuk membidik dana sebesar Rp 120 miliar.
Bersamaan dengan IPO, ATLA juga menerbitkan sebanyak 1,74 miliar Waran Seri I atau 34,80% dari total jumlah saham. Dana yang bisa terkumpul dari Waran Seri I ini mencapai Rp 522 miliar.
Baca Juga: Usai IPO, Atlantis Subsea Indonesia (ATLA) Bidik Pertumbuhan 20%
Sekitar 43,52% dari dana hasil IPO akan digunakan untuk pembelian peralatan penunjang kegiatan operasional. Sementara, sisanya akan dipakai untuk keperluan modal kerja. Seluruh dana dari pelaksanaan Waran Seri I juga akan dipakai sebagai modal kerja.
Atlantis Subsea Indonesia didirikan pada tahun 2016. Kegiatan usaha yang tercatat dalam akta pendirian Atlantis Subsea adalah usaha di bidang perdagangan, pembangunan, industri, pertanian, penerbitan atau percetakan, transportasi, perbengkelan, dan jasa.
Namun, saat ini ATLA menyediakan layanan dan teknologi inovatif yang aman, berkualitas tinggi, dan terintegrasi yang bergerak dalam bidang survei dan layanan untuk perusahaan energi.
Kegiatan usaha utama ATLA adalah aktivitas engineering dan konsultasi, konstruksi gedung, konstruksi bangunan sipil elektrikal, konstruksi bangunan sipil telekomunikasi untuk prasarana transportasi, konstruksi sentral telekomunikasi, konstruksi bangunan sipil migas, serta konstruksi bangunan sipil lainnya.
Sebagai perusahaan penyedia layanan bidang survei, dan layanan untuk untuk perusahaan energi, ATLA menawarkan jasa survei geophysical, construction support, Inspection Repair Maintenance (IRM) support, dan post construction support.
Baca Juga: Atlantis Subsea Indonesia (ATLA) Resmi Melantai di BEI, Lepas 1,2 Miliar Saham
Direktur Utama ATLA Yophi Kurniawan Iswanto mengatakan, selain proyek di dalam negeri, ATLA sudah memiliki proyek survei dan inspeksi di luar negeri, seperti di Laut Myanmar dan Laut Thailand. Saat ini, ATLA memiliki sejumlah pelanggan, seperti PT Timas Suplindo, PT Meindo Elang Indah, PT Timas Sapura Offshore JV, dan PT Timas Samudera Indonesia.
“Kami sadar permintaan akan jasa survei dan inspeksi berpotensi besar. Ini seiring dengan naiknya target pemerintah untuk meningkatkan produksi migas, terutama untuk perairan laut dalam dan potensi migas di daratan,” ujarnya saat ditemui usai IPO ATLA, Selasa (16/4) lalu.
Meningkatnya permintaan tersebut membuat bidang survei penunjang perusahaan energi masih prospektif. Apalagi, perusahaan di bidang ini masih belum terlalu banyak.
“Harga saham ATLA di pasar itu bergantung dinamika saja, tetapi prospek kami sangat besar. Jadi, kami fokus saja ke operasi dan pengembangan internal ATLA,” ungkapnya.
Baca Juga: Resmi Melantai di BEI Hari Ini, Saham Atlantis Subsea (ATLA) Naik 35%
Targetkan Pendapatan Tumbuh 10%
Yophi mengatakan, pihaknya menargetkan pendapatan di tahun 2024 tumbuh 20% dari total pendapatan di tahun 2023. Namun, Yophi belum bisa menyampaikan pendapatan ATLA di tahun 2023 karena masih dalam proses audit internal.
“Proses audit masih berjalan (untuk pendapatan tahun 2023). Namun, pertumbuhan di tahun 2024 bisa tumbuh 20%,” katanya.
Sebagai gambaran, melansir prospektus, ATLA membukukan pendapatan sebesar Rp 30,75 miliar per September 2023, merosot 26,59% secara tahunan atau year on year (YoY). ATLA mengantongi laba tahun berjalan Rp 1,87 miliar, turun 36,61% YoY. Laba per saham dasar ATLA adalah Rp 0,40, turun dari Rp 0,71 di periode yang sama tahun lalu.
Atlantis Subsea mencatatkan tren penurunan pendapatan sejak tahun 2020. Pendapatan ATLA di tahun 2020 sebesar Rp 141,84 miliar. Pada tahun 2021, pendapatan ATLA turun ke Rp 128,44 miliar. Sementara, pendapatan ATLA per 31 Desember 2022 sebesar Rp 64,88 miliar.
Baca Juga: Penawaran Umum Rampung, Multi Hanna (MHKI) dan Atlantis (ATLA) Segera Melantai di BEI
Untuk mencapai target pertumbuhan pendapatan di tahun ini, ATLA memiliki tujuh strategi utama. Pertama, menjaga hubungan jangka panjang dengan Kontraktor Swasta dan Pemilik Proyek dalam dan luar negeri. Kedua, mempromosikan kegiatan survei sebagai penunjang kegiatan infrastruktur, khususnya di bidang energi.
Ketiga, melakukan digitalisasi proses bisnis dan informasi, secara internal ataupun eksternal, untuk memfasilitasi proses pengambilan keputusan. Keempat, menjaga hubungan dengan vendor peralatan, logistik, perizinan serta penyedia jasa pendukung keselamatan kerja pekerja yang bonafide.
Kelima, mengembangkan usaha dengan membidik pekerjaan tidak hanya di laut lepas, namun juga di daratan, dan dengan skala pekerjaan yang lebih besar.
Keenam, mengembangkan manajemen proyek, sumber daya manusia, dan sumber daya pendukung lainnya untuk memastikan pasokan sumber daya terpenuhi secara merata. Terakhir, menggunakan digital marketing untuk menunjang strategi pemasaran yang agresif.
Baca Juga: Atlantis Subsea Indonesia (ATLA), Perusahaan Energi Pertama yang IPO di 2024
Yophi menuturkan, ATLA optimistis dengan prospek industri survei penunjang kegiatan migas, khususnya di laut. Di tahun 2024, ATLA memiliki sekitar lima proyek ongoing. ATLA juga akan serius melakukan ekspansi bisnis survei kegiatan migas di darat.
Secara rasio, ATLA memiliki sekitar 80% proyek di laut dan 20% di darat pada tahun ini. Mayoritas proyek berada di dalam negeri. Sementara, proyek di luar negeri ada di laut wilayah Thailand dan Malaysia. Melansir prospektus ATLA, kelima proyek ongoing itu memiliki total nilai proyek sekitar Rp 250,22 miliar
“Proses survei kegiatan migas di laut memiliki standar yang lebih tinggi. Sehingga, kami optimistis ekspansi ke darat bisa lancar, karena standarnya lebih rendah dibandingkan di laut,” tuturnya.
Selanjutnya: Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras Naik, Pedagang Untung, Petani Malah Tertekan
Menarik Dibaca: Resep Masakan Ikan Bakar Sambal Kecap, Menu Istimewa untuk Makan Sehari-hari
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News