Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan pada transaksi perdagangan Rabu (21/9) pagi. Data RTI menunjukkan, pada pukul 09.20 WIB, indeks tercatat turun 0,33% menjadi 5.284,93.
Ada 76 saham yang menggerus kinerja indeks. Sementara, jumlah saham yang naik sebanyak 108 saham dan 83 saham lainnya tak berubah posisi.
Volume transaksi perdagangan hari ini melibatkan 963,297 juta saham dengan nilai transaksi Rp 1,018 triliun.
Sementara itu, sepuluh sektor memerah. Tiga sektor dengan penurunan terbesar yakni: sektor infrastruktur turun 0,66%, sektor barang konsumen turun 0,54%, dan sektor perdagangan turun 0,49%.
Saham-saham indeks LQ 45 yang menghuni posisi top losers pagi ini yaitu: PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) turun 2,13% menjadi Rp 2.760, PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) turun 2,11% menjadi Rp 1.860, dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) turun 1,8% menjadi Rp 2.730.
Sedangkan di posisi top gainers indeks LQ 45, terdapat saham-saham: PT Siloam International Tbk (SILO) naik 1,47% menjadi Rp 10.350, PT Elnusa Tbk (ELSA) naik 0,9% menjadi Rp 448, PT Hanson International Tbk (MYRX) naik 0,71% menjadi Rp 141.
Asing masih mencatatkan penjualan bersih (net sell) sebesar Rp 653,4 miliar di seluruh market dan Rp 42,5 miliar di pasar reguler.
Bursa Asia flat
Sementara, bursa Asia tak banyak mengalami perubahan saat dibuka pada Rabu (21/9) pagi ini. Mengutip data Bloomberg, pada pukul 09.25 waktu Tokyo, indeks MSCI Asia Pacific turun kurang dari 0,1%.
Sedangkan data CNBC menunjukkan, sejumlah indeks acuan Asia bergerak mixed. Indeks Nikkei 225 Stock Average Jepang, misalnya, turun 0,33%. Sedangkan indeks Topix Jepang turun 0,29%.
Sedangkan di Australia, indeks ASX 200 naik 0,18% di mana hampir bergerak positif. Sektor energi berhasil naik 0,12%, sedangkan sektor bahan baku naik 0,53%.
Adapun indeks Kospi turun 0,11%.
Market berekspektasi, bank sentral Jepang akan memangkas suku bunga acuan mereka ke teritori negatif lebih dalam lai. BOJ juga diprediksi akan memangkas nilai pembelian obligasi pemerintah jangka panjang sehingga bisa menyeimbangkan biaya besar dari suku bunga negatif.
"Saat ini, pasar memilih menunggu sehingga penurunan lebih disebabkan oleh pergerakan positif yen," jelas David de Garis, senior economist National Australia Bank (NAB) kepada CNBC.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News