Reporter: Benedicta Prima | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan data RTI, selama sepekan lalu, investor asing tercatat melakukan aksi jual di pasar saham reguler hingga Rp 1,28 triliun. Sedangkan secara year to date sampai Jumat (15/11), aksi jual asing di pasar saham mencapai Rp 22,39 triliun.
Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, aksi jual asing ini didorong oleh sentimen global terutama soal perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang belum juga menunjukkan kepastian segera reda.
"Hal ini yang membuat asing menjadi wait and see, sembari menunggu perkembangan lebih lanjut terkait dengan pertemuan mereka," jelas Nico saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (15/11).
Baca Juga: Asing jual kepemilikan saham hingga Rp 1,28 triliun dalam sepekan, ini kata analis
Tidak hanya soal perang dagang, Nico mengatakan, aksi jual asing ini juga dampak dari data ekonomi China seperti produksi industri dan penjualan ritel yang kian melemah. Di sisi lain, pemerintah China dan bank sentral China tidak memberi stimulus lebih lanjut untuk mengatasi pelemahan tersebut. "Ini yang membuat pasar merespons negatif," imbuhnya.
Sentimen global ini bisa terus berpengaruh terhadap arus keluar dana asing. Selama AS dan China tidak bisa menemui kesepakatan, pasar masih akan terus merespons negatif.
"Kesepakatan ini bisa menjadi tolak ukur apakah tahun depan kita akan menghadapi tahun pemulihan atau justru semakin memburuk," jelas Nico.
Baca Juga: Efek neraca dagang surplus, IHSG diprediksi menguat Senin (18/11)
Kondisi tersebut juga berdampak pada beberapa saham berkapitalisasi besar yang dilepas oleh asing. Aksi jual asing di BBRI, semisal mencapai Rp 359,6 miliar di pekan lalu, di ASII mencapai Rp 256,9 miliar, TLKM mencapai Rp 248 miliar, UNVR mencapai Rp 117,1 miliar dan BBNI mencapai Rp 73,1 miliar.
"Khusus BUMN, karena ada evaluasi direksi, tentu asing melakukan profit taking terlebih dahulu dan wait and see sampai pengumuman beberapa direksi keluar, siapa sosok yang akan menjadi leader bagi BUMN yang melantai di bursa," jelas Nico.
Baca Juga: Ingin jadi trader saham? Perhatikan lima hal ini dulu
Nico menambahkan, pekan depan pasar akan diselimuti sentimen hasil FOMC meeting pada 21 November 2019, data indeks manufaktur dan jasa dari Eropa, yang akan menjadi tolok ukur perekonomian negara tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News