Reporter: Avanty Nurdiana, Agus Triyono | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Arus dana asing jangka pendek alias hot money kembali membanjiri pasar saham di Indonesia selama sepekan lalu. Total dana asing yang telah masuk mencapai Rp 3,27 triliun selama sepekan. Salah satu sektor saham yang menjadi buruan pemodal asing adalah saham perbankan. Tak ayal, harga sejumlah saham perbankan pun naik.
Ambil contoh, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Bahkan, harga BBRI sempat mencapai level tertinggi sejak Juni 2013, sebesar Rp 8.475, Rabu (15/1). Pun, saham PT Bank Mandiri Indonesia Tbk (BMRI) menyentuh level tertinggi sejak Oktober 2013, di Rp 8.800, Rabu (15/1).
Jaj Singh, analis Standart Chartered dalam risetnya, 17 Januari 2014 menjelaskan, penguatan harga saham perbankan tersebut lantaran terangkat sentimen membaiknya prospek ekonomi Indonesia, akhir-akhir ini. Lagi pula, saham sektor perbankan telah terkoreksi 25% sejak Mei 2013.
Maka itu, saham-saham emiten bank besar banyak kembali dikoleksi oleh asing.Toh begitu, sejumlah analis memproyeksikan, penguatan harga saham perbankan itu tidak akan berlangsung lama.
Ishfan Helmy, Analis Sucorinvest Central Gani memperkirakan, kenaikan harga saham perbankan tersebut hanya karena faktor efek Januari (January Effect). Karena itu, dia menyarankan, pelaku pasar untuk berhati-hati dalam melihat kondisi tersebut.
Sebab, biasanya efek Januari tersebut menyebabkan pergerakan saham rapuh. “Sampai kapan ini terjadi? Kemungkinan sampai pasar melihat data pertumbuhan kredit bulan Januari 2014 yang keluar Februari nanti,” kata Ishfan.
Reza Nugraha, analis MNC Securites, pun memperkirakan, penguatan harga saham perbankan hanya dalam jangka pendek. Jika sudah naik, biasanya pasar akan menarik diri dan menunggu sehingga membuat laju penguatan saham perbankan tersebut tertahan.
Selain itu, secara fundamental, saham perbankan masih kena ancaman kenaikan inflasi dan suku bunga yang tinggi di 2014. "Tim ekonomi kami memproyeksikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) akan kembali naik 50 basis poin di 2014," tulis Jaj Singh dalam risetnya.
Padahal, katalis paling dekat yang bisa menaikkan harga saham perbankan adalah penurunan suku bunga. Namun, Jaj memproyeksikan, BI masih akan mempertahankan suku bunga tinggi untuk memerangi defisit transaksi berjalan dan efek tapering Amerika Serikat (AS). "Kami pikir, titik puncak saham sektor ini terjadi bila sudah dekat dengan puncak suku bunga," ujar Jaj.
Karena alasan itu, Jaj tidak memiliki rating outperform bagi saham perbankan. "Tapi kalau sentimen berubah, kami percaya pasar akan kembali mendukung saham bank besar seperti BBRI dan BMRI," jelas Jaj.
Isfhan pun meyakini, kinerja emiten perbankan masih akan tumbuh meski secara makro ekonomi tidak mendukung bisnis perbankan. Dia memproyeksikan, tingkat pertumbuhan penyaluran kredit perbankan secara rata-rata masih akan tumbuh sekitar 10%-15% di tahun ini. Angka tersebut memang jauh lebih kecil dari proyeksi pertumbuhan penyaluran kredit di tahun lalu sebesar 21%.
Maklum, selama semester I 2014, perbankan masih dihadapkan dengan kenaikan tingkat suku bunga sehingga memaksa mereka untuk menahan likuiditas. "Pada semester II tahun ini, mungkin saja ada perbaikan, asal tak ada faktor yang memicu kenaikan suku bunga dan inflasi," imbuh Isfhan,
Analis juga yakin, kinerja perbankan di tahun ini masih akan tumbuh. Ishfan mencontohkan, laba bersih BBRI akan naik 17,74% menjadi Rp 25,346 triliun di 2014, dibandingkan proyeksi laba tahun lalu sebesar Rp 21,526 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News