kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.871.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.445   -75,00   -0,45%
  • IDX 7.107   66,36   0,94%
  • KOMPAS100 1.034   12,73   1,25%
  • LQ45 806   9,73   1,22%
  • ISSI 223   1,91   0,86%
  • IDX30 421   5,94   1,43%
  • IDXHIDIV20 502   10,81   2,20%
  • IDX80 116   1,41   1,23%
  • IDXV30 120   2,66   2,27%
  • IDXQ30 138   2,04   1,50%

Arus kas masih jadi isu sektor konstruksi


Minggu, 17 September 2017 / 20:51 WIB
Arus kas masih jadi isu sektor konstruksi


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - Kelancaran arus kas emiten konstruksi terutama pelat merah memang menjadi isu. Sebagian besar emiten konstruksi pelat merah mencatat arus kas negatif hingga semester satu lalu.

"Dan sebenarnya ini sudah terjadi sejak lama," ujar Vice President Research and Analysis Valbury Asia Sekuritas, Nico Omer Jonckheere. Ini sebabnya emiten konstruksi pelat merah terus memerlukan dana tambahan.

Menurut Nico, mereka sangat bergantung pada rights issue. Tak sedikit juga dana tambahan itu berasal dari instrumen pinjaman.

Hal ini menjadi salah satu alasan kenapa margin emiten konstruksi pelat merah selalu kecil. "Dari dulu kecil, dan akan tetap kecil," imbuh Nico.

ADHI misalnya. Per semester I 2017, margin laba bersih ADHI hanya sekitar 2,5%. Bandingkan dengan emiten konstruksi swasta, PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA) misalnya. Untuk periode yang sama, margin laba bersih NRCA mencapai 10%.

Kondisi itu juga yang menjadi salah satu alasan Nico tidak pernah merekomendasikan emiten konstruksi. "Karena emiten konstruksi punya kecenderungan cashflow negatif, operating dan net profit margin kecil, dan utang terhadap ekuitas juga besar," jelas Nico.

Meski demikian, setidaknya proyek infrastruktur terutama dari pemerintah lebih terjamin. Apalagi, PMN yang diterima KAI sebagai pemilik konsesi LRT bisa menjadi jaminan atas adanya ketersediaan dana.

Adrianus Bias Prasuryo, analis UOB Kay Hian bilang, PMN tersebut akan membuat KAI lebih mudah mencari pinjaman untuk menutup kekurangan Rp 17,5 triliun atas proyek LRT. Diperkirakan, kuartal I 2018 dana sekitar Rp 4 triliun akan dibayarkan ke ADHI.

"Tahun depan, ADHI punya pendapatan potensial Rp 11 triliun dari proyek LRT," ujar Adrianus dalam riset 6 Agustus. Bukan hanya pendapatan lebih besar, margin yang diperoleh juga bisa lebih tebal karena tidak semua proyek ini didanai melalui instrumen pinjaman.

ADHI, lanjut Adrianus, juga bisa memaksimalkan peluang pemasukan lanjutan dibalik proyek LRT. Caranya, dengan membangun proyek properti berkonsep transit oriented development (TOD). Pasalnya, permintaan properti di lokasi sekitar LRT diprediksi akan tinggi seiring dengan keberadaan fasilitas angkutan masal itu.

Adrianus merekomendasikan buy saham ADHI dengan target harga Rp 3.200 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×