Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan dolar Amerika Serikat (AS) akan terpengaruh oleh hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC).
Apabila The Fed ternyata belum mempertegas sikapnya terkait teknis dan mekanisme tapering, maka mata uang dolar AS diperoyeksi melemah. Sebaliknya, jika The Fed mengumumkan timeline serta perkembangan terbaru soal tapering, nantinya dolar AS bisa menguat
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai arahnya mengarah pada penguatan dolar. "Terlebih, jika melihat posisinya yang hendak menghentikan stimulus di pasar," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (23/9).
Ia menerangkan, pada dasarnya saat melakukan qualitative easing (QE) itu berarti memberikan stimulus pasar sehingga jumlah uang beredar semakin besar sehingga mengakibatkan dolar melemah.
Baca Juga: Wall Street melaju kencang di awal perdagangan Kamis (23/9)
Sebaliknya, ketika stimulus dihentikan otomatis uang di pasar likuiditasnya akan berkurang sehingga dolar akan kembali menguat.
Oleh sebab itu, apabila dollar bergerak menguat tentunya akan memberikan efek positif terhadap emiten-emiten yang berbasis ekspor. Sebaliknya, apabila rupiah menguat tentunya akan memberikan efek positif terhadap emiten-emiten berbasis impor.
Hanya saja, ia menyebutkan bahwa Bank Indonesia sendiri telah menyatakan bahwa pihaknya siap menjaga pasar dengan melakukan intervensi di dua tempat.
Pertama, intervensi rupiah melalui Domestic Non Delivery Forward (DNDF). Kedua, intervensi untuk pasar obligasi untuk menjaga imbal hasilnya.
Nico melihat sejauh ini pergerakan rupiah, walaupun bergerak volatile tetapi dalam rentang yang stabil. Menurutnya, stabil ini penting sehingga menjadi salah satu poin bahwa rupiah bisa dijaga volatilitasnya supaya tidak rapuh seperti 2013 lalu.
Baca Juga: Analis prediksi IHSG akan alami pelemahan pada perdagangan Jumat (24/9)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News