Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) kembali menerbitkan obligasi. Belum lama ini emiten properti itu menerbitkan obligasi sebesar Rp 99 miliar dengan bunga tetap 11,25% per tahun.
Manajemen perusahaan dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu mengatakan, masa penawaran obligasi itu dimulai pada 9 Maret dan ditutup pada 20 Maret 2015. Adapun, surat utang tersebut merupakan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) I tahap IV atau yang terakhir dari PUB I APLN yang nilai totalnya Rp 2,5 triliun.
APLN sendiri akan menggunakan dana obligasi itu untuk pengembangan usaha properti di daerah Jakarta, Karawang, Bandung, Bali, dan Balikpapan. Pengembangan usaha ini akan dilakukan oleh APLN maupun anak usahanya yang dapat dilakukan dengan pengembangan proyek properti, akuisisi lahan dan akuisisi perusahan yang telah memiliki proyek properti, lahan atau memiliki izin pengembangan suatu lahan.
Analis Bahana Securuties Robin Sutanto mengatakan, penerbitan obligasi itu dapat mempengaruhi bottom line APLN. Meski mempengaruhi, ia bilang pengaruhnya pun tak akan siginifikan. "Itu karena kupon yang berlaku tak terlalu tinggi masih standar," terangnya kepada KONTAN.
Tak hanya itu, Robin juga memprediksi dengan aksi tersebut dapat meningkatkan net gearing APLN. Bahkan ia menduga di tahun ini net gearing perusahaan dapat naik signifikan menjadi 70%. Padahal di kuartal tiga tahun lalu net gearing perusahaan tercatat sebesar 30%. Hal itu dipengaruhi oleh proyek reklamasi Pluit City yang sudah mulai berjalan di tahun ini.
Maklum untuk melakukan reklamasi perusahaan perlu mengeluarkan dana yang cukup besar. Maka tak heran jika nanti APLN akan melakukan penerbitan obligasi lagi atau pinjam bank untuk dijadikan dana capital expendecture atawa belanja modal perusahaan.
Analis RHB OSK Securities Lydia Suwandi dalam risetnya pada awal Januari 2015 lalu mengatakan hal yang sama. Perkiraannya, proyek tersebut memiliki total biaya sekitar Rp 8 triliun hingga Rp 11 triliun.
Jumlah tersebut berdasarkan asumsi Rp 5 juta-Rp 7 juta per meter persegi untuk biaya reklamasi dalam tiga tahun kedepan. Padahal dana kas internal perusahaan sendiri hanya berkisar Rp 1 triliun per tahun. "Sehingga APLN perlu memiliki pembiayaan yang ekstra yang kemungkinan besar dari pembiayaan hutang untuk menggarap proyek Pluit City," tulis dia.
Ia juga memaparkan pada 2014 diprediksi gearing ratio APLN berada pada level 0,9 kali dengan debt convenant 2,5 kali. "Hal tersebut menyiratkan jika perusahaan berkemungkinan untuk menerbitkan obligasi kembali di tahun ini," tambah Lydia.
Sekedar mengingatkan, proyek Pluit City ini perusahaan berencana membangun tiga pulau seluas 160 hektare (ha). Di atas lahan tersebut, APLN akan membangun kota mandiri dengan proyek residensial dan komersial yang mencapai 60% dari total luas lahan reklamasi. Nantinya, di sana akan ada 20 menara apartemen dengan kapasitas rata-rata 500 unit apartemen. Kemudian, akan dikembangkan juga 1.200 ruko dan Villa. Untuk proyek ini APLN menyasar kalangan menengah atas.
Proyek tersebut pun mulai ditawarkannya proyek ini kepada konsumen sejak persetujuan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama didapat. Dengan begitu, Lydia memperkirakan backlog yang didapat APLN dari Pluit City ini sekitar Rp 4,5 triliun pada 2015. Sementara konstribusinya dalam pendapatan sendiri baru akan terlihat dalam lima tahun kedepan atau pada 2020 mendatang.
Menurut Natalia Sutanto, Analis Indo Premier Securities dalam risetnya pada 12 Januari 2015 bilang, lisensi yang telah didapat dari pemerintah setempat itu pun bisa berefek positif. Seperti halnya di tahun ini proyek Pluit City itu sudah bisa membukukan pendapatan pra-penjuaan sebesar Rp 8 triliun.
Selain dari Pluit City, APLN memiliki proyek baru lainnya seperti kawasan mixed used di Klender di atas lahan 9,5 ha dan proyek residensial di Karawang, Jawa Barat seluas 621 ha. Natalia juga bilang, proyek Pluit City ini akan cenderung berkontribusi positif dalam jangka panjang.
Kendati demikian, Robin bilang laju bisnis APLN akan tersendat dari regulasi pemerintah yang memberlakukan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) pada rumah yang memiliki total nilai Rp 2 miliar. "Proyek APLN memang menyasar kalangan menengah atas, jelas hal ini akan menjadi katalis negatif bagi perusahaan," jelasnya.
Dengan begitu, Lydia memperkirakan di tahun ini pendapatan APLN bisa meningkat menjadi Rp 6,27 triliun dari estimasinya di tahun lalu sebesar Rp 5,13 triliun. Untuk laba bersihnya sendiri juga diprediksi akan mengalami peningkatan hingga Rp 1,09 triliun dari estimasinya di tahun lalu Rp 816 miliar.
Lydia dan Natalia merekomendasikan beli dengan menargetkan di harga masing-masing Rp 525 per saham. Lantaran masih dibayangi efek PPnBM, Robin merekomendasikan reduce di harga Rp 380.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News